Suami Sewaan Tante Sania - bab 04
Tubuhnya kembali tersentak, dan dia menjerit tertahan.
“Ahhhhh Noah….” Dalam sentakan itu, dia akhirnya terkulai lemas.
Mereka berpelukan dalam kebisuan. Tante Sania terengah dalam kenikmatan.
“Makasih, Noah, aku benar-benar gak menyangka kalau bisa merasakan kepuasan seperti ini lagi… Makasih ya…” Sambil berbisik, Tante Sania mencium pipi Noah.
“Aku juga gak menyangka, Tante,” kata Noah pelan. “Bahkan ketika Om Jovan mengusulkan hal ini, kupikir Tante gak akan setuju. Karena aku tahu kalau Tante Sania gak menyukaiku…”
Tante Sania tertawa perlahan. Setelah mengecup pipi Noah lagi, dia berkata, “Aku memang gak menyukai caramu memperlakukan Lisa. Dia baik hati dan sangat mencintaimu…”
“Aku tahu kalau dia baik,” kata Noah. “Mungkin kami memang gak berjodoh…”
“Iya,” kata Tante Sania. “Dan kau memang laki-laki tegaan. Kau meninggalkan dia, setelah apa yang kalian lakukan…”
“Emang apa yang kami lakukan?” tanya Noah.
“Huh, jangan pura-pura bodoh, Noah. Aku tahu semuanya. Aku telah melihat video kalian…”
“Video?”
“Iya. Video adegan mesra antara kau dan Lisa. Ada banyak dan semuanya sudah aku lihat…”
“Hah? Bukannya video itu sudah dihapus Lisa dari ponselnya?”
“Video-video itu memang sudah dihapus di ponselnya. Namun, Lisa mengirimkan salinannya ke email dan cloud…”
Selama masa pacaran dengan kekasihnya, Lisa, Noah sering mengabadikan momen-momen mesra mereka. Inisiatif ini selalu datang dari Lisa. Lisa masih perawan saat berpacaran dengan Noah, dan ketika mereka akan melakukan hubungan suami-istri untuk pertama kalinya, Lisa dengan malu-malu mengusulkan agar mereka merekam momen tersebut.
“Ini pertama kalinya bagiku, dan aku ingin mengingatnya selamanya. Jika kamu tidak keberatan, aku ingin merekam momen ini,” kata Lisa.
Noah menyetujui ide tersebut, meskipun dia tidak terlalu menyukai gagasan merekam adegan intimnya. Namun, permintaan Lisa yang unik sulit untuk ditolak. Noah jarang memiliki pengalaman dengan wanita perawan, jadi merekam momen mesra dengan seorang gadis yang baru pertama kali berhubungan intim tentu akan menjadi kenangan yang menyenangkan.
Mereka menggunakan ponsel Lisa untuk merekam adegan tersebut. Momen ketika Lisa meringis dan merintih kesakitan saat Noah berusaha memasuki dirinya, sangat mendebarkan.
Sejak saat itu, Lisa selalu merekam momen-momen mesra mereka. Mereka sepakat untuk menghapus rekaman tersebut seminggu kemudian. Namun, ternyata Lisa menyimpan rekaman-rekaman itu, dan Tante Sania, rupanya, telah mengetahuinya dan menontonnya.
“Jadi, Tante sudah menonton semuanya?” tanya Noah.
“Ya, aku sudah menonton semuanya. Awalnya aku tidak mau, tapi Lisa yang memaksa. Bisa kamu bayangkan betapa tersiksanya aku,” kata Tante Sania. “Sudah bertahun-tahun aku menahan hasrat untuk bercinta karena suami saya tidak mampu lagi. Lalu tiba-tiba aku menyaksikan adegan mesra kalian berdua…”
Saat berbicara, Tante Sania mengelus rambut Noah dan kemudian pipinya.
“Sejak itu, aku menjadi gelisah. Hasrat terpendamku terbangun dan menuntut pelampiasan. Apalagi setelah kau selingkuh, Lisa sering mengajakku menonton kembali momen-momen mesra kalian…”
Noah menoleh ke arah Tante Sania yang wajahnya sangat dekat. Perlahan, dia mengecup mata Tante Sania, lalu hidungnya, dan akhirnya bibirnya. Mereka berciuman dengan lembut.
“Itu sebabnya aku tidak bisa menahan diri di depanmu. Setiap kali melihatmu, aku teringat adegan mesra kalian, dan aku menjadi terangsang. Jadi, aku berpura-pura marah padamu untuk menutupi perasaanku,” kata Tante Sania.
“Jadi begitu, tapi Tante tidak terlihat berpura-pura. Tante terlihat benar-benar marah padaku,” kata Noah.
“Hehe, itu hanya akting. Jika tidak, bisa berbahaya. Bayangkan, aku terangsang saat melihatmu. Jika orang lain tahu, atau jika kamu tahu, bukankah itu memalukan?”
Noah terdiam. Dia baru menyadari bahwa rekaman mesra yang dia dan Lisa buat ternyata membuat Tante Sania mudah terangsang saat melihatnya.
“Beberapa bulan lalu, aku berbicara dari hati ke hati dengan Om Jovan. Aku mengaku tidak tahan lagi. Aku menceritakan tentang rekaman yang aku tonton dan bagaimana aku menjadi terangsang setiap kali melihatmu…”
“Begitu rupanya…”
“Ya. Jadi, ketika Om Jovan mengusulkan ide suami sewaan, aku menduga itu berasal dari ceritaku tentang terangsang saat melihatmu,” kata Tante Sania. “Aku berpura-pura marah dan tidak setuju, tapi dalam hati, aku sangat senang.”
Noah tersenyum sambil menggelengkan kepala. Wanita memang selalu penuh misteri, kata-kata mereka terkadang berbeda dengan apa yang sebenarnya mereka rasakan.
“Dan inilah kita sekarang,” kata Tante Sania. “Berada dalam kamar dan memadu cinta.”
“Anggap saja ini bulan madu kita, Tante,” kata Noah.
“Ya, kamu benar. Dan ini bulan madu terbaik yang pernah aku alami. Bayangkan, baru beberapa jam aku sudah mencapai puncak berkali-kali. Ini luar biasa…”
Setelah berbincang, mereka melanjutkan momen mesra mereka. Tante Sania tetap ingin berada di atas. Dia bergoyang, merintih, dan akhirnya mencapai kepuasan.
Noah terbangun dari tidurnya dan merasa dirinya berada dalam sebuah sampan di tengah laut. Sampan itu memiliki layar berwarna putih yang indah, melaju tenang di laut biru yang mempesona. Namun, ketika sampan itu bergoyang, mungkin karena ombak, Noah menyadari bahwa dia sedang bermimpi.
Ketika dia membuka mata, dia melihat Tante Sania berada di atasnya, bergoyang. Dia bingung dan mencoba mengingat-ingat. Mereka berada di kamar tamu rumah Om Jovan dan Tante Sania, dan Noah berperan sebagai “suami sewaan” untuk Tante Sania.
Setelah makan malam, mereka menghabiskan waktu di kamar, bermesraan hingga tertidur. Sekarang tampaknya sudah pagi, dan Tante Sania ingin memulai hari dengan menggoyang tubuh Noah saat dia masih tertidur.
Tante Sania tersenyum malu saat melihat Noah membuka mata. Wajahnya memerah, dan dia mempercepat gerakan tubuhnya. Dia meringis, terkadang menggigit bibir bawahnya, dan sesekali mendongak dengan mata terpejam.
“Ahhh…”
Gerakan Tante Sania semakin liar, dan dia meletakkan kedua tangannya di dekat bahu Noah. Sepasang bukit kembar miliknya bergoyang perlahan, mengikuti irama gerakan tubuhnya.
Noah tidak tahan melihat pemandangan itu, dia mengangkat tubuhnya sedikit dan mencium salah satu bukit kembar itu, sementara tangannya meremas bukit kembar yang lain. Ciuman dan remasan itu membuat Tante Sania semakin bergairah, dan akhirnya dia mencapai kepuasan, tubuhnya lemas.
“Tadi aku terbangun dan pergi ke kamar mandi. Ketika kembali, aku melihatmu sudah bangun, dan aku tidak tahan untuk tidak bergabung denganmu. Kamu tidak marah, kan?” tanya Tante Sania.
Noah menggelengkan kepala. Bagaimana mungkin dia marah pada Tante Sania, seorang wanita cantik dengan tubuh sempurna dan paras jelita?
Sepanjang hari Sabtu itu, mereka melanjutkan bulan madu mereka di dalam kamar. Mereka hanya keluar untuk makan, berbincang sebentar, dan kemudian kembali bermesraan.