Suami Sewaan Tante Sania - Bab 03
Setelah mencapai puncak, Tante Sania tidak sabar untuk mengulangi pengalaman itu. Ia ingin merasakan lagi.
Tante Sania terus bergoyang, kali ini dengan senyum di bibirnya. Ia bergoyang sambil menatap Noah.
“Lebih baik buka dasternya, Tante, supaya lebih nyaman,” kata Noah sambil mengangkat daster Tante Sania.
Tante Sania membuka dasternya, melepaskannya dari kepala, lalu melemparkannya ke lantai. Ia tiba-tiba berdiri dan membuka celana dalamnya.
Dalam sebuah kamar yang hangat, Tante Sania dengan lembut membuka kaos yang dikenakan oleh Noah. Mereka berdua kini sama-sama telanjang, kecuali selendang yang menutupi kepala Noah, yang tidak dibuka.
Tante Sania berjongkok dan mulai bergoyang, sementara Noah mengamati sepasang bukit kembar yang ikut bergerak, dan dengan gemas meremas dan meraba.
“Uhh, enak sekali, Noah…” Tante Sania mengerang, terus bergoyang dengan gerakan yang semakin liar. “Aku mau lagi, Noah… aku mau auhhhhh….”
Tante Sania merendahkan tubuhnya dan tiba-tiba bibirnya menyergap bibir Noah. Mereka berciuman dengan penuh gairah, saling memagut penuh nafsu. Lidah mereka saling berkejaran dan membelit satu sama lain.
Tubuh Tante Sania tersentak beberapa kali, dan mereka terus berciuman saat tubuhnya berhenti bergerak.
“Ah, Noah, udah bertahun-tahun aku gak pernah berciuman seperti ini,” kata Tante Sania terengah. “Rasanya sangat menyenangkan bisa kembali berciuman dengan laki-laki, apalagi yang jago mencium seperti kamu.”
“Aku juga merasa senang bisa berciuman dengan Tante,” kata Noah.
“Kamu belum keluar, ya? Punyamu masih keras,” kata Tante Sania.
Noah mengangguk. “Biasanya aku memang lama, Tante. Apalagi jika di bawah seperti ini. Jadi Tante bisa bergoyang sepuasnya…”
“Iya. Eh, kamu sudah makan?”
Noah menggeleng.
“Kalau begitu, kita main satu ronde lagi lalu kita makan. Nanti kita lanjutkan setelah makan. Kamu nginap di sini aja malam ini ya?”
Noah mengangguk, dan mereka kembali bermain cinta di atas ranjang.
Makan malam berlangsung dalam suasana yang menyenangkan. Awalnya, Noah merasa kikuk, tetapi melihat sikap Om Jovan dan Tante Sania yang wajar dan ramah, dia akhirnya larut dalam suasana yang menyenangkan itu.
Tante Sania bertindak sebagai ibu rumah tangga yang cekatan. Dia melayani suaminya, mengambilkan nasi, sayur, dan ikan. Dia juga melayani Noah dengan ramah.
Selama makan malam, mereka membicarakan berbagai hal yang terjadi di kompleks. Om Jovan dan Tante Sania juga sempat membicarakan perkembangan studi kedua anak mereka.
Tidak ada pembicaraan tentang apa yang baru saja terjadi antara Noah dan Tante Sania. Hingga menjelang berakhirnya makan malam, Tante Sania secara singkat menyebutkan bahwa Noah akan menginap malam itu.
Om Jovan mengangguk setuju. “Noah bisa menginap di kamar tamu di depan…”
Setelah makan malam, Noah dan Om Jovan menonton televisi, menyaksikan acara berita. Sementara itu, Tante Sania menyiapkan kamar tamu untuk Noah. Mereka sempat mendiskusikan situasi politik terbaru di negara mereka.
Tante Sania ikut dalam pembicaraan, terlihat ceria dan penuh senyum. Wajahnya yang cantik berseri-seri.
“Noah mungkin sudah ngantuk?” tiba-tiba Om Jovan bertanya.
Noah hampir saja mengatakan “tidak,” tetapi menyadari bahwa itu mungkin merupakan isyarat. Dia melirik ke arah Tante Sania yang tampak tersipu.
“Iya, aku ke kamar aja…” kata Noah.
“Nanti aku nyusul ya, aku akan membawa selimut,” kata Tante Sania.
Kamar tamu itu luas dan harum, dengan tempat tidur besar dan cermin di dinding. Noah duduk di atas ranjang sambil menatap ke cermin, menarik nafas panjang, memikirkan apa yang mungkin akan terjadi di kamar itu.
Tak lama kemudian, Tante Sania mengetuk pintu dan masuk. Dia membawa selimut tipis bergaris-garis, melemparkannya ke atas ranjang, dan duduk di samping Noah.
Mereka saling tatap. Dalam jarak sedekat itu, Noah dapat melihat paras Tante Sania yang sangat rupawan. Mata, hidung, alis, dan bibirnya sangat sempurna, berpadu dengan kulitnya yang bening.
Perlahan, Noah mendekatkan bibirnya dan mengecup bibir Tante Sania. Ciuman lembut itu berubah menjadi ciuman panas yang membakar.
Mereka saling berciuman hingga tanpa sadar berbaring di ranjang, bergumul seperti dua pegulat yang penuh nafsu. Bedanya, mereka bergulat bukan untuk saling mengalahkan, melainkan untuk menyalurkan hasrat yang membara.
Mereka berciuman dan saling membelai, saling meraba. Seperti berlomba untuk melucuti pakaian masing-masing.
Beberapa saat kemudian, mereka sepenuhnya telanjang. Mereka seperti sepasang anak bayi yang bermain-main dalam ‘kolam’ cinta yang menggiurkan.
Noah dapat merasakan hasrat yang membara dari tubuh Tante Sania. Berbeda dengan sebelumnya, dia kini lebih lepas, lebih bebas, dan lebih berani.
Jemarinya mengusap ‘senjata rahasia’ Noah, yang segera merespon dengan menjadi besar dan keras.
Setelah puas bergumul, Noah memutuskan untuk memasuki permainan utama. Dengan lembut, dia meminta Tante Sania untuk berjongkok. Noah juga berjongkok di belakangnya. Tante Sania tampaknya mengerti.
Dia mengambil posisi jongkok dengan kedua kaki terentang. Noah berada di belakangnya dengan ‘senjata’ yang siap tempur.
Perlahan, Noah menggosokkan ‘senjatanya’ ke ‘pintu gerbang’ Tante Sania. Setelah menemukan ‘pintu’ itu, dia mendorong tubuhnya perlahan.
‘Senjatanya’ masuk. Masuk dari belakang dengan gaya doggie style.
“Auuuu…” Tante Sania menjerit pelan saat Noah memasukkan ‘senjatanya’.
Noah menarik dan memasukkan lagi, kali ini dengan sentakan yang lebih keras.
“Aaaauuuu…” Tante Sania kembali menjerit.
Jeritan kenikmatan Tante Sania membuat Noah semakin bersemangat. Dia mengulangi gerakannya, mencabut dan menyodok dengan sentakan kuat dan kasar.
Setiap kali dia menyodok, Tante Sania menjerit tertahan.
Entah berapa lama Noah beraksi dari belakang, Tante Sania terus menjerit dan merintih. Noah menikmati gerakannya, merasa ‘senjatanya’ seperti diremas setiap kali dia menyodok. Delapan tahun tidak pernah disentuh membuat milik Tante Sania terasa seperti milik perawan, sangat sempit dan legit.
Ketika Noah sedang asyik bergoyang, Tante Sania tiba-tiba berdiri dan menghadapnya. Dia mendorong dada Noah hingga terlentang.
“Aku… aku ingin di atas… Noah…”
Tanpa menunggu persetujuan, Tante Sania segera berjongkok di atas Noah, memegang ‘senjatanya’ dan memasukkannya.
Dan dia bergoyang, dengan liar. Sangat liar.
Rupanya, sodokan yang dilakukan Noah dari belakang telah memicu hasratnya. Dia tidak lama lagi akan mencapai puncak kenikmatan, dan puncak itu akan lebih cepat digapai jika dia berada di atas.
“Uhhh… Ahhh… Uhhh….” Tante Sania terus bergoyang liar. Pinggulnya bergerak maju-mundur dengan sangat cepat.
“Aku mau dapett aaaaaahhhh….” Dia merintih panjang.