Suami Sewaan Tante Sania - Bab 01
Noah, seorang pemuda yang akrab dengan para tetangganya di kompleks perumahan, menerima undangan dari Om Jovan untuk datang ke rumahnya. Om Jovan dan istrinya, Tante Sania, adalah pasangan yang sangat dihormati di lingkungan tersebut. Mereka dikenal sebagai pribadi yang dermawan dan sering diundang sebagai pembicara dalam acara-acara bertema keluarga. Om Jovan juga memimpin beberapa yayasan yang berfokus pada kegiatan kemanusiaan.
Noah merasa terhormat atas undangan tersebut, karena dia jarang berkunjung ke rumah Om Jovan, meskipun mereka memiliki hubungan yang baik. Noah menyadari bahwa jika Om Jovan mengundang, pasti ada sesuatu yang penting.
Saat memasuki rumah yang luas dan elegan, dengan perpaduan apik antara ornamen tradisional dan benda-benda modern, Noah dan Om Jovan duduk di ruang tamu yang nyaman. Mereka terlibat dalam perbincangan ringan, hingga tiba-tiba Om Jovan mengubah topik pembicaraan menjadi serius.
“Eh, begini Noah, sebenarnya aku meneleponmu untuk meminta bantuan,” kata Om Jovan dengan suara pelan. “Aku bingung harus mulai dari mana.”
Om Jovan terdiam sejenak, mungkin mencari kata-kata yang tepat. “Sebelum kita lanjut, bisakah aku meminta sesuatu?”
“Apa, Om?” tanya Noah.
“Bisakah kau berjanji bahwa apa yang kita bicarakan di sini akan tetap menjadi rahasia?” Om Jovan menatap Noah dengan serius.
“Tentu saja, Om. Aku bukan tipe orang yang suka bergosip,” jawab Noah sambil tersenyum.
Om Jovan tersenyum dan mengangguk. “Begini, Noah. Aku harus jujur, keluarga kami sedang menghadapi masalah serius. Kami berada di ambang kehancuran.”
“Eh?” Noah terkejut.
“Iya, Sania, istriku, dia ingin bercerai,” lanjut Om Jovan.
Noah terkejut mendengar pernyataan tersebut. Selama ini, keluarga Om Jovan dan Tante Sania terlihat sangat harmonis dan bahagia. Mereka memiliki dua putra yang berusia SMP dan kelas 5 SD.
“Bukan salah Sania jika dia ingin bercerai. Situasi ini yang memaksanya untuk mengambil keputusan itu. Dan untuk itu, aku membutuhkan bantuanmu,” kata Om Jovan.
“Maaf, Om, aku tidak mengerti,” kata Noah, sungguh-sungguh. Dia tidak mengerti apa yang dimaksud Om Jovan. Bagaimana keluarganya bisa berada di ambang kehancuran, dan apa hubungannya dengan dirinya?
“Mungkin aku harus menceritakannya dari awal agar kau tidak bingung,” kata Om Jovan. “Kamu mungkin ingat, delapan tahun lalu aku mengalami kecelakaan.”
Noah mengangguk. Dia masih remaja saat itu, tetapi dia ingat kejadian tersebut. Om Jovan mengalami kecelakaan parah ketika mobilnya ditabrak oleh truk kontainer yang sopirnya mengantuk. Om Jovan mengalami cedera parah, terutama di bagian punggung, pinggul, dan kaki.
“Dengan bantuan Tuhan, aku masih bisa hidup dan akhirnya bisa berjalan lagi,” kata Om Jovan. “Namun, tidak semua bagian tubuhku pulih sepenuhnya.”
Dia menarik napas panjang dan tersenyum tipis. “Sejak kecelakaan itu, meskipun aku bisa berjalan, aku tidak bisa lagi menjalankan tugas sebagai seorang suami.”
“Oh,” Noah mengangguk, mulai memahami arah pembicaraan.
“Ada kerusakan permanen pada kemampuanku sebagai suami. Aku sudah berusaha berobat ke berbagai tempat, bahkan ke Singapura, Jepang, dan Amerika. Aku juga mencoba berbagai ramuan obat tradisional, tetapi semuanya sia-sia. Aku tetap tidak mampu,” lanjut Om Jovan.
Dia mengusap rambutnya dan menarik napas panjang. “Selama ini, Sania sangat mendukungku. Aku tahu dia sangat mencintaiku. Aku sadar bahwa dia menderita karena aku tidak bisa lagi menjadi suami yang utuh.”
Noah mengangguk, membayangkan Tante Sania yang cantik dan jelita, yang selama ini tidak pernah mendapatkan kasih sayang suami secara fisik.
“Delapan tahun bukanlah waktu yang singkat. Dan Sania, sebagai perempuan normal, wajar jika dia menginginkan kasih sayang dan belaian seorang lelaki. Apalagi pada usia seperti dia,” kata Om Jovan.
Noah mengangguk lagi, mencoba mencerna kisah Om Jovan dan hubungannya dengan dirinya.
“Tiga bulan lalu, Sania mengajakku berbicara dari hati ke hati. Dia mengungkapkan isi hatinya dengan jujur. Dia tidak tahan lagi dengan situasi ini. Dia merasa seperti janda dan ingin bercerai,” lanjut Om Jovan.
Om Jovan mendesah dan menggelengkan kepala. “Meskipun aku memahami alasannya, perceraian tetap merupakan ide yang buruk. Aku tidak ingin anak-anakku menderita karena orang tua mereka bercerai.”
“Aku setuju, Om. Perceraian pasti akan berdampak buruk pada anak-anak,” kata Noah.
“Iya, jadi begitulah. Aku tidak bisa berfungsi sepenuhnya sebagai suami, Sania menderita, dan dia ingin bercerai. Aku tidak ingin itu terjadi, jadi aku membutuhkan bantuanmu, Noah,” kata Om Jovan.
Noah mengangguk ragu-ragu, masih berusaha memahami arah pembicaraan dan hubungannya dengan dirinya.
“Begini, Noah, aku ingin meminta bantuanmu, meskipun kedengarannya gila dan tidak masuk akal,” kata Om Jovan.
“Jika aku bisa membantu, aku akan melakukannya dengan senang hati, Om,” jawab Noah.
“Kau pasti bisa jika kau mau,” kata Om Jovan.
“Bantuan seperti apa, Om?” tanya Noah.
“Aku sudah memikirkan hal ini selama berminggu-minggu, dan hanya ada satu solusi untuk mencegah perceraian dan meringankan penderitaan Sania. Solusi itu berkaitan denganmu,” kata Om Jovan.
“Aku masih tidak mengerti, Om,” kata Noah.
“Solusinya adalah,” Om Jovan melanjutkan, “jika kau mau, aku ingin kau menggantikan tugasku sebagai suami.”
“Maksud Om?” tanya Noah.
“Ya, kau akan menjadi suami bagi Sania, membantu meringankan penderitaannya,” jelas Om Jovan.
“Bagaimana caranya?” tanya Noah.
“Caranya sederhana. Kau akan menjadi pasangan Sania, melakukan hubungan suami istri dengannya,” kata Om Jovan.
Noah terdiam, terkejut. Dia menatap Om Jovan, mencari tanda-tanda bahwa dia bercanda. Tetapi Om Jovan terlihat serius, wajahnya pucat, tetapi dia tidak bercanda.
“Aku tahu kedengarannya gila, sangat gila. Tetapi ini satu-satunya solusi,” kata Om Jovan.
“Maaf, Om, apakah maksud Om Jovan adalah agar aku berhubungan intim dengan Tante Sania?” tanya Noah.
“Ya, bermain cinta, melakukan hubungan suami istri. Melakukan hubungan seks dengannya,” kata Om Jovan dengan lugas.
Noah terdiam, membayangkan wajah cantik Tante Sania. Dia tidak bisa percaya bahwa Om Jovan menawarkan solusi seperti itu.
“Bagaimana, Noah? Apakah kau bersedia?” tanya Om Jovan perlahan.
“Mmm, ini sangat mengejutkan, Om. Apakah Tante Sania setuju?” tanya Noah.
Om Jovan tersenyum. “Aku belum berbicara dengan Sania tentang hal ini. Aku ingin membicarakannya denganmu terlebih dahulu. Jika kau bersedia, baru aku akan menanyakan hal ini padanya.”
“Jika Tante Sania menolak?” tanya Noah.
Om Jovan mengangkat bahunya. “Jika dia menolak, maka dia tidak bisa lagi meminta cerai. Aku menawarkan solusi untuk meringankan penderitaannya. Jika dia tidak mau, berarti tidak ada alasan baginya untuk meminta cerai.”
Noah mengangguk, wajah Tante Sania kembali muncul di benaknya.
“Aku juga tidak yakin Tante Sania akan setuju. Beberapa bulan ini, dia sepertinya tidak suka padaku,” kata Noah.
“Hahaha, iya, dia kesal padamu. Dia merasa kau mempermalukannya di depan Lisa,” kata Om Jovan.
Noah tersipu malu. Tahun lalu, Tante Sania memperkenalkan Noah kepada rekan bisnisnya, Lisa, seorang gadis cantik yang belum menikah di usia menjelang senja. Noah dan Lisa berpacaran, dan dalam sebulan mereka sudah berhubungan layaknya suami istri. Namun, beberapa bulan kemudian, Noah bertemu dengan Tiara, seorang gadis cantik yang juga seorang model. Noah meninggalkan Lisa dan berpacaran dengan Tiara. Tante Sania marah karena merasa Noah mempermainkan Lisa, rekannya.
“Iya, Om, makanya aku tidak yakin Tante Sania akan setuju,” kata Noah.
“Kita tidak bisa menyimpulkan hal itu sekarang, Noah. Biarkan aku berbicara dulu dengan Sania,” kata Om Jovan.
“Om, boleh aku bertanya?” tanya Noah.
“Tentu, ada apa?”
“Mengapa aku yang dipilih? Mengapa aku yang ditawari bantuan ini?” tanya Noah.
Om Jovan tersenyum. “Apakah aku harus menjawab pertanyaanmu itu? Alasannya jelas. Kau memiliki reputasi yang hebat di kalangan perempuan. Pengalamanmu banyak. Lisa, misalnya, menurut Sania, masih mengharapkanmu dan tidak membencimu.”
“Oh, begitu,” kata Noah, tersipu malu.
“Jadi, aku akan memberi kabar setelah berbicara dengan Sania. Semoga dalam beberapa hari ini sudah ada kejelasan,” kata Om Jovan.
“Dan jika Tante Sania setuju, apakah Om Jovan benar-benar ikhlas?” tanya Noah.
Om Jovan menarik napas panjang. “Keutuhan keluarga adalah yang utama. Aku ingin Sania bahagia. Aku sudah tidak bisa menjadi suami yang utuh, tetapi aku tidak ingin ketidakmampuanku merusak keluarga dan membuat Sania menderita.”