Rintihan di Asrama Putri - Bab 8
Alya bangun dan duduk. Matanya memandang langsung ke mata Safira, wajahnya menunjukkan ketidakpercayaan.
“Apa? Ajar apa, Safira?” tanya Alya sedikit gagap. Pikirannya membayangkan sesuatu yang erotis. Masa Safira mau mengajar hal-hal seperti itu.
Safira menarik tangan Alya dan menyuruhnya kembali berbaring menghadapnya. Alya hanya mengikuti.
Kini mereka kembali berhadapan satu sama lain. Wajah Alya mulai merah padam.
“Kamu sayang Irwan kan? Jadi kamu harus tahu apa yang membuatnya bahagia,” Safira memulai pembicaraan.
“Emm. Aku sayang dia sepenuh hati, Fir,” jawab Alya yakin.
“Jadi, hal yang paling penting, kamu harus bisa memuaskannya,” lanjut Safira.
“Tapi aku nggak bisa,” ujar Alya kembali murung.
“Makanya aku mau ajarin kamu.”
“Ajarin apa?”
“Ajarin cara memuaskan Irwan.”
Alya masih tidak percaya bahwa kata-kata itu keluar dari mulut sahabat baiknya, seorang gadis muslimah yang selalu menjaga penampilan alim di luar.
“K… Kamu mau… Ajarin gimana?”
“Pertama-tama aku mau ajarin kamu ciuman.”
Safira mendekatkan wajahnya ke Alya. Keringat mulai membasahi wajah Alya. Hatinya berdebar kencang. Matanya dipejamkan rapat.
Satu tekstur lembut menyentuh bibir Alya. “Chuppp.” Safira memberikan satu ciuman.
“Irwan pernah cium kamu?”
“Emm. Pernah. Tapi sebentar saja karena dia bilang aku nggak bisa.”
“Kamu bayangin aku Irwan,” kata Safira lalu mencium bibir Alya lagi. Namun Alya masih kaku.
“Kamu harus buka sedikit mulutmu.”
Safira menyentuh bibir Alya dan membuka sedikit ruang di antara bibirnya.
“Oke, saat aku cium, muncungin sedikit bibirmu seperti cium pipi,” ajar Safira.
Bibir mereka bertaut lagi. Kali ini bibir Alya siap menyambut bibir Safira. Alya mengikuti apa yang diajarkan sahabatnya itu dengan patuh.
Kemudian Safira mencium bibir atas dan bawah, diikuti oleh Alya. Setelah satu menit berciuman, bibir mereka terlepas.
“Sudah paham?” tanya Safira kepada Alya yang wajahnya sudah merah padam. Dia hanya mengangguk perlahan.
“Oke sekarang, saat berciuman, keluarkan sedikit lidahmu. Belajar seperti aku.”
Bibir bertaut lagi. Alya mengeluarkan sedikit lidahnya seperti yang disuruh Safira.
Begitu lidah keluar, Safira langsung mengulum dan pada saat yang sama, bibir masih berciuman. Kadang dilepaskan lidah, dijilat sedikit bibir bagian dalam.
Kemudian Safira mengeluarkan lidahnya dan dikulum Alya seperti yang dilakukan Safira tadi.
Saat itu, terasa seperti ada perasaan menjalar dalam diri Alya. Dia mulai khusyuk berciuman. Suara mereka dilepaskan dengan manja.
“Bisa kan?” tanya Safira.
“Hmm. Hehe.” Alya tersenyum malu. Seperti anak kecil yang dipuji pandai.
Safira kembali menyambar bibir Alya dan memegang kepalanya agar ciuman lebih kuat. Nafas Alya mulai tidak teratur.
Begini rasanya nikmat berciuman. Pacarnya yang dulu tidak pernah mengajarkan ciuman seperti ini. Irwan pun tidak mau mengajarinya.
Tiba-tiba badan Alya terpelanting ke belakang. Dia merasakan payudaranya disentuh.
“Aa… Safirass. Jangan sampai seperti ini…,” ujar Alya kaget.
“Kamu harus bayangin aku ini Irwan. Dia pasti akan melakukan ini nanti.”
“Tapi, nis…”
“Tidak ada tapi-tapi.”
Kali ini Safira mencium dengan rakus. Alya memejamkan mata ketakutan. Sebenarnya Safira sudah lama terangsang dan vaginanya sudah basah sejak tadi.
Payudara Alya diraba perlahan. Alya hanya menahan perasaan serba salahnya.
Setelah tidak ada tolakan dari Alya, Safira mulai meremas payudara perlahan. Alya merasakan sensasi di titik putingnya. Semakin lama semakin menegang di balik baju kurung dan bra.
Alya mencoba fokus pada gerakan bibirnya sementara Safira mulai menyelinap masuk ke dalam baju dan mencari payudara.
Safira menyelipkan tangan ke dalam bra Alya dan menggentel puting keras tersebut. Desahan mulai keluar dari mulut Alya.
Alya hanyut dalam gelora nikmat. Tidak lagi memikirkan tentang hubungan sejenis yang terlarang. Nikmat!
Kemudian Alya merasakan ada cairan mengalir di vaginanya. Rasa gatal di klitorisnya. Berdenyut-denyut.
Dia ingin menyentuh vaginanya tetapi Safira menghalang. Tangan Safira mulai menjalar ke bagian bawah Alya. Diusap vaginanya dari luar kain.
Alya mengerang keras. Tidak pernah ada orang lain menyentuh bagian sulitnya. Padahal sebenarnya sejak lama Safira sudah menodainya tanpa sadar.
Kain baju kurung Alya disingkap ke atas. Celana dalamnya sudah basah dengan cairan mazi.
Safira tidak menunggu lama. Tangannya langsung menyelip masuk ke dalam mencari klitoris.
Begitu biji Alya disentuh, badannya menggelinjang seperti terkena sengatan listrik.
Kini tiga titik sensitifnya dimainkan bersamaan. Bibirnya yang dari tadi dicium, putingnya yang digentel tangan kiri Safira, dan vaginanya yang digosok tangan kanan Safira.
Kepalanya seperti akan meledak dengan kenikmatan tak terhingga. Semakin lama nafsunya semakin memuncak.
Melihat reaksi Alya yang tidak keruan, Safira mempercepat lancapannya. Punggung Alya bergetar kesedapan.
Akhirnya klimaks tercapai dan punggungnya terangkat tinggi. Alya menjerit-jerit merasakan klimaks yang belum pernah dirasakannya.
Matanya terpejam. Keningnya berkerut-kerut. Berkali-kali badannya terangkat. Safira perlahan-lahan melepaskan Alya dan menikmati pemandangan indah di depannya.
Tidak lama kemudian, Alya tertidur tidak sadar. Terlalu lelah.
Safira hanya tersenyum nakal…