Rintihan di Asrama Putri - Bab 20
Di lobi hotel, Safira mencari tempat yang agak tersorok dan menelepon pacarnya.
“Salam, bang. Lagi di mana?”
“Wasalam. Lagi di rumah. Kenapa, sayang?”
“Datanglah ke hotel aku.”
“Eh, kan ada teman kamu tuh. Gimana bisa?”
“Vania oke aja.”
“Serius? Kok bisa dia oke?”
“Hmm, semalam kan mereka ngelakuin ‘proyek’. Tapi pacar dia parah banget, bang.”
“Parah gimana?”
“Dia kasar banget. Terburu-buru juga. Nggak sampai 5 menit udah selesai.”
“Aik? Serius?”
“Iya. Kasihan lihat Vania. Belum apa-apa udah habis. Dia nangis kemarin karena rasanya kayak diperkosa sama pacarnya.”
“Lah, terus gimana dong?”
“Abang datanglah ke sini. Kita main bareng.”
“Bareng?”
“Iya, bareng sama Vania. Threesome.”
“Fuh, abang on aja, hehehe.”
“Wahhh. Senengnya kelihatan?”
“Mana nggak seneng. Lubang baru nih. Hehe.”
“Haa, iya dehh. Jadi datang nggak?”
“Datang. Kasih lokasi. Abang datang.”
Panggilan ditutup dan Safira segera membuka aplikasi WhatsApp dan mengirimkan lokasi hotel tempatnya menginap. Betapa senangnya Safira bisa bertemu dengan Fahmi malam ini. Sudah berbulan-bulan lamanya dia tidak pulang ke kampung karena sibuk menguruskan rombongan ini.
Batang terakhir yang dia nikmati hanyalah batang Rizky beberapa minggu lalu. Itu pun hanya sebentar dan Rizky tidak melawan. Dan kejadian lainnya, hanya dia yang memuaskan teman-temannya seperti Alya dan Vania. Safira sangat membutuhkan Fahmi saat ini. Dia sudah tidak bisa menahan nafsunya lagi.
Safira lalu berjalan menuju ke kamarnya dengan gembira. Di dalam kepalanya sudah membayangkan apa yang akan terjadi sebentar lagi. Tidak sabar ingin beraksi bersama pacarnya yang dia tahu sangat ahli dalam memuaskan nafsu perempuan.
Setibanya di kamar, dia mendapati Vania sudah selesai mandi dan sedang terbaring di atas ranjang sambil menonton televisi. Wajahnya tampak sedikit lelah. Wajar saja, pagi-pagi buta tadi dia habis dikerjai dan hari ini penuh dengan aktivitas klub. Habis sudah Vania nanti ketika pacarnya datang.
“Hai Vania. Sudah selesai mandi? Aku mau mandi dulu, ya?” sapa Safira sambil meletakkan tasnya di lemari.
“Iya, baru aja selesai mandi. Ini lagi keringin rambut sebentar. Kamu mandi dulu aja,” jawab Vania tapi matanya tetap menonton TV.
Safira segera masuk ke kamar mandi dan menyalakan shower. Dia tahu Fahmi akan tiba tidak lama lagi. Rumahnya yang terletak di PJ, tidak jauh dari hotel di Kuala Lumpur. Pada malam begini, lalu lintas sepi. Jadi mungkin tidak membutuhkan waktu lama untuk tiba di sini. Paling lama pun 15 menit.
Badannya disabuni dan rambutnya dicuci bersih. Dia ingin tampil wangi di hadapan pacarnya nanti. Setelah selesai semuanya, Safira mengambil pencukur dan membersihkan bulu-bulu vaginanya yang baru tumbuh tipis. Dia tahu Fahmi suka vaginanya licin. Pasti Fahmi akan teruja dan ‘membalas’ dirinya cukup-cukup malam ini.
Selesai mencukur, Safira keluar dari kamar mandi dan tiba-tiba Vania memanggilnya, “Safirass! Ada orang datang! Nggak tahu siapa!” Mendengar itu, Safira pun berlari menuju pintu dan ingin membuka. Namun dihalangi oleh Vania.
“Eii Safira. Kamu cuma pakai handuk. Yang datang laki-laki!” teriak Vania yang jelas panik. Safira mencoba menenangkan temannya itu dengan berkata, “Jangan khawatir. Aku punya kejutan buat kamu. Hehehe.”
Pintu dibuka dan Safira menarik Fahmi masuk ke dalam kamar hotel mereka. Vania sangat takut dan berlari masuk ke kamar mandi. Pintu kamar mandi ditarik tetapi tidak sepenuhnya, menyisakan sedikit celah untuk mengintip ke luar. Vania melihat Safira memeluk pria tersebut. Dia merasa aneh, apakah Safira mengenal pria itu?
“Vania! Keluar sini. Ini pacarku,” panggil Safira.
“Ih, malu. Aku belum pakai baju,” jawab Vania.
“Ah, nggak usah malu. Sini,” bujuk Safira. Vania perlahan keluar dan mendekati mereka berdua.
“Kenalin, ini Fahmi, pacarku,” Safira memeluk pinggang Fahmi sambil memperkenalkan pacarnya kepada Vania. Barulah Vania tahu siapa pria tersebut. Pantas saja Safira dengan santai membiarkannya masuk.
“Errr, hai. S.. Saya Sss Vania,” jawab Vania gagap. Sudahlah dia tidak memakai jilbab, hanya mengenakan jubah mandi. Di dalamnya tidak ada apa-apa yang menutupi payudara dan vaginanya. Hanya jubah mandi saja.
Vania melihat Fahmi memandangnya sambil tersenyum. Merah mukanya diperhatikan seperti itu oleh seorang pria. Apalagi dengan keadaannya yang terdedah itu. Tiba-tiba Fahmi berkata, “Yuk?” dan Safira pun menyambut ajakan itu. Vania yang berdiri di situ bingung dan bertanya, “Yuk apa?”
“Kami mau main. Hehe. Mau ikut?” tanya Safira santai kepada Vania. Terbelalak matanya mendengar ajakan itu. Masa Safira mau mengajaknya berasmara dengan pacarnya sendiri? Sudah gila agaknya Safira ini.
“Errrr. T.. Tidak… Tidak apa-apa..,” Vania mulai tertunduk malu dan menolak ajakan Safira. Dia melanjutkan, “Kkk… Kalian aja… Sa.. Saya duduk di sa… sanaa…” Vania berjalan menuju sofa. Dia akan bersembunyi di balik sofa seperti Safira kemarin.
Tiba-tiba tangannya ditarik Safira. “Nggak apa, Vania. Kamu duduk aja di pinggir ranjang. Nggak usah duduk jauh-jauh,” kata Safira sambil menarik Vania ke pinggir ranjang. Vania yang masih malu hanya mengangguk dan duduk tanpa membantah. Mukanya terasa tebal. Apa yang harus dilakukannya duduk di situ.
Fahmi dan Safira berpelukan di depan ranjang. Mulut mereka bertemu, berciuman perlahan. Tidak terburu-buru. Mereka tenang mengambil mood untuk bersama. Vania melirik melihat aksi yang baru saja dimulai. Dia agak teruja karena melihat mereka berdua tampak tenang saja.
Lidah mereka saling bertemu. Sambil bibir rapat bertaut, lidah di dalam mulut saling bekerja. Dihisap bergantian sambil menjelajah ke dalam mulut. Langit-langit juga dijilat menambah kegelian. Cukup lama mereka berciuman barulah tangan mereka bergerak meraba badan masing-masing.
Safira mencengkeram kepala Fahmi dan jarinya meremas-remas rambut panjang itu. Fahmi menggerakkan tangannya ke punggung Safira menggosok hingga ke bokong. Tubuh Safira masih dibalut handuk lembap. Fahmi meremas dan memijat bokong yang kencang itu. Mulut mereka masih bertaut tidak terlepas.
Setelah masing-masing sudah bergairah, ciuman pun dilepas. Mulut Fahmi mulai menyerang telinga dan leher. Safira menggeliat kegelian diserang di bagian sensitifnya. Bau wangi sabun mandi dihidu sedalam-dalamnya menambah gairah Fahmi. “Ermmmm…,” Safira mendesah pelan.
Tangan Fahmi yang masih di bokong menarik rapat tubuh Safira ke badannya. Geram dengan tubuh montok pacarnya yang sudah lama tidak digomol. Menempel payudara Safira yang tersembunyi di balik handuk di dada Fahmi.
Fahmi semakin menunduk dan mulutnya tiba di pangkal dada. Payudara sedang Safira diramas pelan sebelum membuka simpul handuk. Terlepas handuk Safira ke lantai dan terlihatlah keindahan payudaranya yang sudah mengeras. Tanpa menunggu, Fahmi langsung memasukkan puting keras Safira ke dalam mulutnya. Dihisap lembut sambil tangannya meremas kedua payudara itu.
Silih berganti lidahnya menghisap puting Safira. Sebelah dihisap, sebelah lagi digentel. “Ahhh. Abanggg. Ehmmm..,” Safira mengerang pelan menerima serangan bertubi-tubi di payudaranya.
Akibat tidak dapat mengontrol keseimbangan badannya, Safira terduduk di atas ranjang hotel. Namun, Fahmi masih tidak melepaskan payudara Safira dari mulutnya. Dia mendorong badan Safira untuk berbaring telentang dan terus mengasaknya. Safira mendongak ke atas menikmati permainan dari Fahmi dan matanya tertangkap mata Vania yang asyik melihat mereka. Safira melemparkan senyuman nakalnya kepada Vania lalu Vania memalingkan mukanya malu.
Setelah puas mengerjakan payudara, Fahmi beralih menurun ke bawah. Hidungnya ditekapkan di perut sambil menurun ke area intim Safira. Setibanya hidung di vagina, Fahmi menekan wajahnya di belahan alur vagina menyedut aroma yang menggoda. Cairan vagina yang sudah mengalir sejak tadi berbau sedikit amis. Namun, bau itulah yang semakin menaikkan gairah seorang pria.
Lidah Fahmi menjulur ke klitoris yang kian membengkak, menekannya ke atas. Desahan panjang keluar dari mulut Safira menandakan kenikmatan yang diterima. Klitorisnya dijilat dan dihisap kuat, sambil Fahmi memainkan ibu jarinya di sepanjang alur vagina. Lelehan cairan dari lubang vagina melancarkan pergerakan jari Fahmi.
Safira menggeliat kesedapan saat dikerjakan oleh Fahmi. Tangannya meremas kedua payudaranya untuk memaksimalkan rangsangan. Puting ditarik-tarik perlahan. Aksi sensual itu terus disaksikan Vania yang dari tadi matanya tak lepas melihat mereka.
Fahmi melepaskan mulutnya dan mulai memasukkan jarinya ke dalam lubang vagina. Diputar-putarnya jarinya menjelajahi gua nikmat itu. Melihat Safira yang semakin tenggelam dalam kenikmatan, Fahmi memasukkan lagi satu jarinya dan mengocok vagina Safira. Suara berdecak memenuhi ruangan hotel itu.