Rintihan di Asrama Putri - Bab 2
“Safiraaa.”
Mata Safira terbelalak ketika namanya dipanggil.
DILA TERBANGUN?
Perlahan-lahan Safira memalingkan wajahnya ke arah Alya. Jantungnya berdebar kencang, rasanya seperti mau copot saat melihat mata Alya terbuka menatap ke atas.
Beberapa detik kemudian, mata Alya kembali tertutup.
“Ahhh. Hmmmm.”
Alya mengerang?
Safira hanya diam terpaku di sebelah Alya, tidak berani bergerak karena takut Alya akan benar-benar terbangun. Namun, dia merasa aneh dengan reaksi Alya tadi. Tidak pernah sebelumnya terjadi hal seperti ini selama dia melecehkan Alya.
Celana dan celana dalam Alya masih melorot di paha. Saat Safira memperhatikan lebih teliti, terlihat vaginanya seperti mengembang dan mengempis, serta klitorisnya masih keras dan menonjol.
Tiba-tiba Safira mendapat ide jahat. Dia mengambil ponselnya yang diletakkan di samping dan mulai menekan ikon kamera. Lampu kilat diaktifkan dan diarahkan ke vagina Alya. Tombol rekam ditekan.
Safira tidak ingin melewatkan kesempatan langka ini. Selama ini, dia tidak pernah merekam perbuatannya yang bejat itu. Tapi kali ini Safira tidak ingin menyia-nyiakan momen ini. Klitoris Alya berdenyut-denyut dan dia harus merekam momen indah ini.
“Hmmm. Safirass. Hmmmm.”
Alya mengerang lagi, tapi matanya masih tertutup rapat. Jelas, Alya sedang bermimpi! Tapi kenapa Alya menyebut nama Safira? Apakah dia sedang bermimpi tentang Safira?
Tangan Alya tiba-tiba turun ke bawah dan langsung ke area vaginanya. Jarinya menggosok-gosok perlahan celah asmara itu.
Tidak percaya dengan apa yang terjadi, lensa kamera Safira yang sedang merekam diarahkan ke wajah Alya. Meski cahaya terang dari lampu kilat kamera menyinari wajah Alya, dia tetap tidak terbangun. Bahkan, gosokan tangannya semakin cepat.
Safira kembali merekam vagina Alya yang sedang digosok itu. Gosokan tangan Alya semakin cepat. Cairan bening keluar dari lubang vaginanya semakin banyak. Tiba-tiba pantat Alya terangkat dan bergetar.
“Ahhhh, Safirasss! Ahhhh! Sssssss. Ahhhh!”
Alya mencapai klimaks. Beberapa detik pantatnya terangkat-angkat. Terasa sangat dahsyat klimaks yang dialaminya. Entah mimpi apa Alya sehingga dia klimaks begitu. Lebih mengherankan, nama Safira disebut-sebut.
“Jangan-jangan Alya mimpi aku??”
Keadaan Alya kembali tenang. Tombol ‘stop’ ditekan dan ponsel Safira diletakkan kembali di sampingnya. Tampak Alya kembali tertidur pulas seperti tidak ada apa-apa yang terjadi.
Safira mencium bibir Alya dengan hati-hati. Kemudian dia turun ke bawah dan menjilat sisa-sisa cairan nikmat Alya. “Slrpppp. Slrppp. Ahhhh.” Rakus sekali Safira menjilat sampai kering.
Setelah puas, perlahan-lahan Safira menarik kembali celana dan celana dalam Alya. Apa yang akan dikatakan Alya nanti saat terbangun dan melihat vaginanya terbuka?
Safira pun bangun dan turun dari ranjang Alya, menuju ke ranjangnya sendiri. Rasa lelah masih belum hilang. Rasanya tidak percaya dia berkesempatan menyaksikan Alya masturbasi saat tidur. Rekaman videonya pun ada. Nanti dia bisa menonton kembali peristiwa bersejarah itu.
“Hmm. Alya, Alya. Apa sebenarnya yang kau mimpikan tadi? Kau lesbian juga, ya?” Safira melamun. Tersenyum sendirian membayangkan berbagai hal yang bisa terjadi jika benar Alya adalah seorang lesbian.
Tanpa sadar, Safira tertidur.
.
.
.
“Safira! Safirass! Bangun!”
Safira terbangun dari tidurnya. Kepalanya terasa berat membuatnya sulit untuk bangun.
“Safira! Kita sudah terlambat! Kuis lagi setengah jam lagi!”
Mendengar kata ‘kuis’, tubuh Safira langsung bangkit dari ranjang dan dia segera berlari ke kamar mandi. Alya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Safira yang terburu-buru itu.
Alya sudah siap-siap sejak pagi. Sebelum Subuh dia sudah bangun dari tidurnya. Tubuhnya terasa pegal. Seakan-akan baru saja selesai berkebun. Tidak mencurigai apa-apa yang terjadi, Alya memaksakan diri untuk bangun dan mandi.
“Mungkin sudah mau menstruasi, ya? Kalau tidak salah lagi 3-4 hari lagi datang,” bisik Alya sendirian.
Tidak sampai 5 menit, Safira sudah keluar dari kamar mandi dengan tergesa-gesa. Alya hanya tersenyum melihat kelakuan Safira yang panik itu.
“Itulah. Belajar sampai larut malam. Jam berapa kamu tidur semalam?”
“Jam 2 aku sudah menyerah.”
“Confirm nilai kuismu tinggi hari ini. Hehehe.”
Safira tersenyum mendengar kata-kata Alya dan langsung mengambil baju kurungnya yang tergantung di pintu lemari. Untung dia sudah menyiapkan setelannya semalam.
Tanpa pikir panjang, Safira langsung melepaskan handuk dari tubuhnya dan tampaklah payudaranya yang berukuran 32B. Tubuhnya tidak terlalu gemuk, juga tidak terlalu kurus. Ukuran payudara Safira terlihat proporsional di tubuhnya. Pria yang melihat tubuh Safira pasti tergiur.
Alya hanya memperhatikan tubuh telanjang teman sekamarnya itu. Payudaranya lebih besar dari Safira tetapi bentuknya tidak sebulat payudara Safira. Payudara Alya sedikit turun dan berisi ke bawah. Mungkin karena sedikit berat dan besar. Terlebih dengan tubuh kecilnya itu, terasa bebannya membawa dua bukit.
Mata Alya turun ke bagian vagina Safira. Sedikit berbulu namun rapi. Labia minoranya sedikit keluar, dan agak tembam. Berbeda dengan vaginanya yang lebih kecil. Celahnya selalu tertutup tanpa memperlihatkan bagian mana pun. Tidak ada bulu karena Alya melakukan Brazilian wax setiap dua bulan sekali.
Alya menelan ludah dan merasa ada sesuatu di hatinya. Sadar apa yang terjadi, Alya langsung berpaling dan bangun dari kursi. Dia mencoba menjauhkan pikiran yang bermain di kepalanya.
“Astaghfirullah. Apa yang aku lakukan ini? Aku ini perempuan. Tidak mungkin aku bisa horny melihat tubuh perempuan lain.” Alya menggeleng-gelengkan kepala dan langsung berjalan menuju pintu.
“Safira, aku tunggu di luar ya? Cepat sedikit!”
“Haaa iya, iya. 5 menit!”
“Ye, ye aja kamu 5 menit. Lebih dari 5 menit aku tinggalin kamu!”
“IYAAA. 5 MENIT!”
Safira terburu-buru memakai pakaian dalamnya. Bra berwarna merah dengan motif renda, full cup. Celana dalam seamless berwarna senada dengan bra-nya. Kemudian dia mengenakan jubah Princess Cut merah muda yang sudah disetrika. Terakhir, dia mengenakan kerudung shawl berwarna soft orange.
Safira hanya mengenakan basic foundation dan lip balm di wajahnya. Dia memang simpel, tidak suka memakai make-up berlebihan. Diberi anugerah wajah cantik alami, kulit mulus, memudahkan aktivitas sehari-harinya.
“Okay, ayo!” Ajak Safira kepada Alya yang sedang melamun di koridor. Aroma wangi Safira mengejutkan Alya. Harum, tetapi tidak terlalu menyengat. MSafira baunya.
“Wanginya. Mau ke kuliah atau kencan?”
“Eiiii. Nanti kucubit. Ayo dah, katanya sudah terlambat.”