Rintihan di Asrama Putri - Bab 14
Safira buru-buru merapikan barang-barangnya dan mengajak Alya segera keluar. Laptopnya dimasukkan ke dalam tas. Alya juga membantu Safira berkemas dengan tergesa-gesa.
Belum sempat mereka selesai berkemas, tiba-tiba terdengar suara kunci pintu. Mereka berpaling ke arah pintu dengan kaget.
Dan pintu pun terbuka…
=======
Safira dan Alya saling berpandangan. Wajah mereka cemas. Apakah perbuatan mereka hari ini akan ketahuan? Rizky masih tersandar di kursinya, mungkin tertidur.
Dalam beberapa detik itu, Safira dengan cepat memikirkan cara untuk mengatasi situasi ini. Dia memberi arahan kepada Alya untuk membangunkan Rizky sementara dia akan berhadapan dengan orang yang mau masuk ke ruangan tersebut.
Safira melangkah cepat ke arah pintu dan melihat siapa yang datang. Ternyata Vania, Wakil Ketua Klub, sedang menunduk membuka sepatunya di depan pintu. Untungnya dia belum sempat melihat ke dalam ruangan.
Alya segera mengguncang badan Rizky untuk membangunkannya. Dia berbisik di telinga Rizky bahwa ada orang datang. Rizky terkejut dan langsung menarik celananya, menutupi penisnya yang masih lemas.
“Eh, Vania. Cepat banget baliknya?” tegur Safira sambil menghalangi pandangan Vania di luar pintu.
Vania terkejut sampai terduduk di lantai setelah mendengar suara Safira. “Lahhhh… Safirass. Ternyata ada orang. Kupikir ruangan ini kosong,” jawab Vania yang masih terduduk.
“Ada orang. Aku, Rizky, dan Alya, teman sekamarku. Kami lagi menyiapkan yang perlu,” bohong Safira. Sesekali dia melirik ke belakang memastikan Alya selesai menguruskan Rizky.
Rizky membetulkan posisinya menghadap meja lagi. Kertas-kertas diaturkan kembali, berlagak sibuk. Setelah yakin semuanya beres, Alya mengambil tasnya dan tas Safira lalu menuju pintu.
“Ok, Vania. Kami mau pergi dulu,” pamit Safira setelah Alya mencolek dari belakang.
“O.. ok Safiras,” jawab Vania sedikit gagap.
Saat melangkah keluar dari ruangan, Safira melihat seorang pria berdiri di balik pintu. “Eh, ini siapa lagi?” tanya Safira terkejut.
“Err, ini… Ini pacar aku, Jasmin,” perkenalkan Vania kepada Safira. Jasmin hanya menunduk malu.
Safira melirik ke arah Vania sambil mengangkat alis. Tatapan tajam dan nakal Safira sepertinya dimengerti Vania. Vania hanya menggigit bibirnya menahan malu.
Setelah itu mereka pun pergi meninggalkan Vania dan Jasmin yang masih berdiri di depan pintu.
Alya mengikuti Safira dari belakang. Rasa cemasnya tadi semakin hilang, tapi jantungnya masih berdebar kencang.
“Untung nggak ketahuan, Fir,” bisik Alya setelah mereka jauh dari ruangan.
“Iya, untung Vania buka sepatu dulu. Kalau nggak, pasti ketahuan kita,” kata Safira yang juga masih deg-degan akibat kejadian tadi.
“Untung juga aku cepat-cepat beres-beres tadi. Dah merasa nggak enak hati sebenarnya,” sambung Safira.
“Emm, tapi nggak apa-apa, kamu udah puas,” ujar Alya sedikit cemberut.
Safira melihat wajah temannya yang berjalan sambil menunduk. Dia tahu apa maksud Alya.
Mereka terus menuju ke kamar asrama. Pada hari Sabtu, suasana asrama agak sepi. Banyak mahasiswa yang pulang ke kampung atau pergi jalan-jalan ke kota.
Setibanya di kamar, Safira mengunci pintu dan menutup tirai. Alya menuju meja dan meletakkan barangnya di kursi. Safira datang dari belakang dan memeluk Alya.
“Kamu mau aku puaskan, nggak?” bisik Safira manja di telinga Alya. Alya memalingkan wajahnya dan mencari bibir Safira. Bibir mereka bertaut.
Cuppp.
“Tentu mau, sayang. Nggak adil kalau cuma kamu yang puas tadi,” ujar Alya sambil kembali mencium bibir Safira.
Nafsu mereka terangsang oleh ciuman itu. Bibir mereka saling berbalas ciuman yang panas. Tangan Safira menjalar ke depan mencari payudara Alya yang membusung. Diramas-ramas kedua payudara Alya dengan kasar.
Sisa nikmat Safira masih terasa sejak vaginanya menelan batang Rizky, sementara Alya sudah basah kuyup sejak tadi akibat foreplay setengah jalan.
Safira menyelipkan tangan ke dalam baju kurung Alya dan meraba payudaranya. Jari-jari Safira mencari puting yang keras lalu dipencet-pencet manja. Alya mendesah kesenangan.
Tak lama kemudian, tangan Safira mulai menjalar ke bawah menuju segitiga nikmat Alya. Tangannya menyelip ke dalam kain dan langsung masuk ke celana dalam. Jarinya merasakan lendir tebal di alur vaginanya.
Dielus-elus manja alur itu sambil jari-jari menggosok klitoris yang sudah membesar. Punggung Alya terangkat-angkat menahan kenikmatan.
“Ahhhh, Safirasss. Enak, Fir,” bisik Alya merengek manja. Semakin cepat jari Safira menggosok alur vaginanya mendengar rengekan itu.
“Safirasss. Ssss.. Ahhh. Aku mau..,” bisik Alya yang sudah tidak keruan.
“Mau apa, sayangggg?” balas Safira sambil jarinya sibuk menggosok vaginanya.
“Aku mau kamu tusuk aku seperti Rizky tusuk kamu tadi,” pinta Alya.
Safira terkejut mendengar permintaan kawannya itu lalu menjawab, “Tapi kamu kan masih perawan?” Tangannya terhenti menunggu jawaban Alya.
“Aku rela kehilangan keperawananku dengan jarimu daripada hilang oleh penis Irwan besok,” jawab Alya pelan.
Alya memutar tubuhnya dan menatap mata Safira manja. Mata Alya yang sayu bersinar-sinar memohon Safira.
“Kamu yakin?”
“Iya sayang. Aku mau.”
Safira tersenyum gembira. Akhirnya dia akan bisa memecahkan keperawanan Alya. Lagi pula Alya yang menginginkannya, dia tidak pernah memaksa sejak pertama kali mereka melakukan hubungan ini. Cukup sekadar bergesekan dari luar.
“Ok, tunggu sebentar,” ujar Safira sambil menuju lemari pakaiannya. Alya duduk di atas ranjang, menunggu apa yang akan dilakukan Safira.
Safira membuka lemari dan mengambil tas kecil yang disimpan di bawah tumpukan pakaian. Tas dibuka dan dia mencapai sebuah botol kecil berwarna biru muda.
Setelah itu Safira menuju ke arah Alya dan menunjukkan botol tersebut. ‘Durex?” tanya Alya sedikit bingung. “Bukannya Durex itu kondom? Kenapa ada botol?”
Safira tersenyum dan duduk di sebelah Alya. “Ini pelumas. Mereka juga memproduksi ini selain kondom,” jawab Safira.
“Pelumas ini buat apa?” Alya masih tidak mengerti tujuan Safira.
“Selain melicinkan lubang vagina, botol ini juga bisa dipakai untuk masturbasi,” jelas Safira.
Alya masih bingung. Safira mengabaikan kebingungan kawannya itu dan mencium bibir Alya. Alya menyambut ciuman itu dengan berahi. Mereka kini berbaring di atas ranjang. Safira berada di atas tubuh Alya sambil meremas payudaranya yang besar.
Mereka tenggelam dalam asmara. Ciuman bertambah rakus dan air liur mereka membasahi pipi dan dagu. Alya juga meremas payudara Safira yang hanya berlapiskan jubah. Habis miring jilbab mereka akibat bergumul hebat.
Safira melepaskan bibirnya dan duduk di sebelah Alya. Nafas Alya terengah-engah setelah ciuman rakus dari Safira. Matanya sayu memandang Safira yang mulai melepas baju kurung yang dipakai Alya. Alya membantu dengan mengangkat badannya dan meluruskan tangannya ke atas.
Kemudian kainnya juga dilepas dan dibuang ke samping ranjang. Hanya tersisa pakaian dalam. Safira pun melepas jubahnya dan kini telanjang bulat. Pakaian dalamnya memang tidak dipakai sejak pagi tadi.