Rintihan di Asrama Putri - Bab 11
Saat istirahat di kantin kampus, Alya tampak murung dan tidak ceria seperti biasanya. Sepertinya ada yang mengganggu pikirannya. Makanan disuap perlahan sambil matanya menatap kosong ke arah bihun supnya.
Menyadari hal tersebut, Safira mencoba bertanya apa yang meresahkan Alya sejak kelas pagi tadi. “Kau kenapa, Alya? Muka kau monyok je. Di kelas Matematika tadi pun kau nggak fokus.”
Alya tersentak dari lamunannya. “Ohh, emm. Nggak ada apa-apa, Fir,” Alya mencoba menghindar dari pertanyaan Safira.
“Kau sama aku kan udah kayak saudara. Hmm, lebih kayak couple, masalahnya. Hehe. Banyak yang udah kita lakukan bersama. Masa kau nggak mau percaya sama aku? Ceritain dong,” pujuk Safira.
“Hehe. Iya, iya. Tapi kau jangan ngomong kenceng-kenceng. Nanti orang dengar, apa kata mereka,” Alya tersenyum kelat sambil melihat sekelilingnya.
Safira mencebikkan bibirnya. Dia tidak sadar kalau tadi bicara agak keras. Alya menunduk sedikit dan mendekatkan kepalanya ke Safira. Safira juga menunduk dan siap mendengarkan.
“Tadi Irwan ngechat aku. Dia ngajak ketemuan Minggu ini,” Alya memulai ceritanya.
“Haa, jadi? Kenapa mukanya masam? Harusnya senang mau ketemu pacar,” seloroh Safira.
“Tapi, pasti dia mau ngajak check-in, Fir. Aku… Aku nggak siap,” ujar Alya gusar.
“Lah, kirain apa tadi. Hehe,” Safira tertawa kecil, merasa lega dengan masalah Alya itu.
Rupanya, yang mengganggu pikiran Alya sejak tadi adalah soal Irwan. Safira tahu temannya itu cemas akan hal yang mungkin terjadi nanti. Walaupun sudah seminggu Safira mengajari Alya tentang seks, tetapi semua itu tidak sama dengan berhubungan dengan lelaki.
Alya mendekatkan mulutnya ke telinga Safira yang dibalut shawl panjang. Dia berbisik pelan, “Nanti dia pasti minta aku untuk menghisap…”
“Hahahahaa. Aku udah curiga dari awal. Pasti karena itu,” kali ini Safira tertawa besar dan menutup mulutnya. Alya yang malu dengan reaksi itu pun mencubit pinggang Safira kuat.
“Eiii, malah ketawa. Orang serius ini!” marah Alya sambil memulas-mulas kulit pinggang Safira.
“Aduuhhh, sakitlahhhh! Jangan cubit!” tangan Alya ditepis kuat.
“Padan muka!”
Beberapa mahasiswa yang sedang makan di situ melirik ke arah mereka berdua. Tidak tahu apa yang dibicarakan, tetapi suara riuh mereka mengundang rasa kurang nyaman.
“Dah, yuk kita pergi. Malu diliatin orang,” kata Safira yang mulai merasa canggung dengan orang di sekitar. Alya tidak menghiraukan jelingan orang-orang dan melanjutkan suapan bihunnya tadi.
Melihat Alya yang santai melahap, Safira menarik tangan Alya kuat dan berdiri meninggalkan meja makan.
“Aku lagi makan nih!” teriak Alya yang terkejut dengan tarikan Safira.
“Yuk, aku ada rencana buat kamu Minggu ini,” bisik Safira pelan.
Mendengar ucapan Safira, Alya tersentak dan segera bangun sambil mengemas barang-barangnya. Safira sudah pergi meninggalkannya. Cepat-cepat Alya mengejar temannya itu.
“Safirassss, tunggu lahhhh!”
***
Seperti biasa, hari Sabtu adalah hari pertemuan orgSafiraasi. Mengingat semester akan berakhir tidak lama lagi, semua orang sibuk dengan persiapan masing-masing. Begitu juga dengan Klub Konseling dan Karier yang diikuti Safira.
Minggu ini, para pengurus diminta untuk melakukan persiapan terakhir sebelum hari kunjungan tiba dua minggu lagi. Sebagai sekretaris, Safira perlu menyiapkan beberapa surat dan mendapatkan konfirmasi dari pihak yang akan dikunjungi.
Ketua dan wakil ketua, bersama para pengurus lainnya, sudah berangkat ke kota sejak pagi untuk membeli kebutuhan. Jadi, hanya Safira dan Rizky yang tinggal di ruangan operasi untuk melakukan persiapan terakhir dari sisi protokol.
Sejak peristiwa dua minggu lalu, Rizky tidak pernah berbicara dengan Safira. Meskipun kejadian itu sangat menyenangkan, rasa malu yang lebih besar dan tebal. Rizky masih tidak bisa percaya dengan apa yang terjadi.
Dan sejak hari itu, Rizky sering melancap setiap kali teringat Safira. Hampir setiap malam, bayangan Safira muncul di pikirannya. Dari yang jarang melancap, kini dia kecanduan.
Hari ini, dia berdua lagi dengan Safira di ruangan operasi. Meskipun ruangan ini ber-AC, keringatnya tetap menetes dari kepala. Jantungnya berdebar kencang, pikirannya melayang, membuatnya kehilangan fokus. Semua pekerjaan terasa salah.
Rizky melirik ke arah Safira yang duduk di depannya. Seperti tidak ada yang pernah terjadi, Safira hanya memandang layar ponselnya.
Masa pura-pura lupa? Gila apa cewek ini?
Matanya kembali ke layar laptop. Rizky mencoba mengabaikan pikirannya tentang kejadian itu. Dia tidak ingin terlalu berharap. Biarlah yang sudah berlalu. Dia terlalu malu untuk menanyakannya pada Safira. Takut dicap sebagai maniak seks. Padahal sebenarnya Safiralah yang maniak dalam hal ini.
Tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Rizky segera menoleh ke belakang melihat siapa yang datang. Tampak seorang gadis mungil berdiri di pintu.
“Alyaaa. Masuklahhh!” teriak Safira mengundang Alya masuk. Safira pun bangun dan melangkah ke arah Alya, menyuruhnya membuka sepatu dan meletakkannya di rak. Kemudian Safira menutup rapat pintu dan menguncinya.
Rizky kembali fokus pada pekerjaannya. Kedatangan Alya membuatnya lega karena kini mereka bertiga di ruangan ini. Tidak mungkin kejadian dua minggu lalu terulang. Masa Safira berani melakukan hal itu kalau ada orang lain di sini?
Itulah yang dia pikirkan.
***
Safira dan Alya tiba di sebuah pondok dekat kantin. Safira sengaja membawa Alya ke sana karena pada waktu ini jarang ada mahasiswa yang duduk di sana. Sinar matahari sore menyinari penuh pondok itu membuat suasananya agak panas.
“Safira, kenapa nongkrong di sini? Panasss!” keluh Alya sambil duduk di sebelah Safira.
“Waktu-waktu begini nggak ada orang. Aku ada rencana yang mau aku ceritain ke kamu. Nggak mau orang lain dengar,” jawab Safira sambil menghadap Alya.
“Rencana apa lagi nih?” Alya masih bingung dengan tujuan mereka ke sini.
Safira melihat sekeliling sekali lagi untuk memastikan tidak ada siapa pun di sekitar mereka. Rencana yang mau dijelaskan ini tidak boleh diketahui siapa pun. Setelah yakin semuanya aman, Safira mulai bicara.
“Kamu khawatir tentang Irwan besok, kan?”
“Iya.. Tapi apa hubungannya sama rencanamu?”
“Aku mau ajarin kamu blowjob. Hehe.”
Mata Alya terbelalak mendengar rencana Safira. Sekali lagi dia terkejut dengan kata-kata Safira. Kalau sebelumnya Safira mengajarinya berciuman, hingga hubungan sesama jenis. Tetapi kali ini Safira mau mengajarinya menghisap penis laki-laki.
“Kamu jangan main-main, Fir.”
“Aku serius.”
“Kau mana ada penis?”
“HAHAHAHAHAHAA!!!” Safira tertawa besar mendengar pertanyaan Alya. Karena tidak ada siapa pun di sana selain mereka, Safira tertawa keras tanpa rasa malu. Dia menepuk-nepuk lengan Alya sambil tertawa sampai keluar air mata.
Alya hanya menatap tajam ke arah Safira. Kesal rasanya. Dia serius bertanya, tapi Safira malah tertawa terbahak-bahak.
“Kau ini Alya, selama ini kau pernah lihat aku punya penis? Hahahaha,” lanjut Safira setelah puas tertawa.
“Iya, memang nggak ada. Maksud aku, gimana kamu mau ngajarin?”
“Hehe. Oke, oke. Gini. Besok ada acara persatuan, kan? Kamu datang ke ruangan operasi aku.”
“Buat apa?”
“Mau belajar blowjob nggak?”