Rintihan di Asrama Putri - Bab 1
“Safira, tolong matiin lampu ya setelah kamu selesai belajar nanti?” pinta Alya begitu dia merebahkan diri di atas kasur single itu.
“Ok, Alya,” jawab Safira singkat.
Jam sudah menunjukkan pukul 12.10 malam. Alya terpaksa menyerah lebih awal dan mundur dari sesi belajar bersama Safira. Besok ada kuis di kelas Bu Aisha untuk mata pelajaran Matematika 2. Meskipun sudah banyak latihan yang dikerjakan, rasanya masih banyak yang belum dipahami.
Mereka baru berada di semester kedua. Alya adalah teman sekamar Safira sejak semester lalu. Dia satu-satunya teman dekat yang Safira punya di kampus itu. Saat pertama kali tiba di Bogor, Safira tidak mengenal siapa pun. Mereka bertemu saat pendaftaran asrama dan ditempatkan di kamar yang sama. Karena Alya juga berasal dari Bekasi, mereka cepat akrab dan lama-kelamaan menjadi sahabat baik.
Safira melanjutkan belajarnya ditemani radio FM. Siaran ulang sketsa tadi pagi membuat Safira tersenyum sendiri. Dan tentu saja Safira menggunakan earphone. Kalau tidak, pasti Alya akan mengomel karena tidak bisa tidur akibat kebisingan.
Asyik menjawab soal, tidak sadar jarum pendek sudah sampai ke angka 2. Safira menoleh ke kasur Alya. Dia sudah tidur nyenyak. Mungkin sedang bermimpi indah bersama Jungkook, penyanyi favoritnya.
“Sudah waktunya.” Safira tersenyum.
Lampu dimatikan. Kini kamar mereka hanya diterangi lampu kamar mandi yang kekuningan. Safira berjalan perlahan mendekati kasur Alya.
Meskipun ini bukan pertama kalinya, hatinya tetap berdebar-debar. Beberapa tetes keringat mulai keluar. Dengan hati-hati Safira duduk di sebelah Alya. Pinggang Alya dicolek. Tidak ada reaksi. Padahal di situlah bagian yang paling sensitif bagi Alya.
Kemudian Safira mengangkat sedikit tangan kanan Alya ke atas dan melepaskannya ke bawah. Safira memperhatikan wajah Alya dengan berdebar-debar.
Tidak ada reaksi.
Yes! Memang sudah pasti tidur nyenyak. Inilah Alya. Kalau sudah tidur, kamar ini terbakar pun dia tidak akan sadar. Susah membangunkan Alya kalau dia sudah tidur nyenyak. Karena inilah, Safira bebas melakukan apa saja terhadap Alya saat dia tidur.
Ya, Safira sudah lama mencabuli Alya sejak semester pertama. Dan malam ini entah sudah berapa kali Alya dinodai.
Dengan hati-hati, Safira berbaring di sebelah Alya. Gerakannya seminimal mungkin. Tubuhnya diiringkan tepat di sisi tubuh montok Alya.
Hnsfff. Aroma lotion krim malam Sofi tercium oleh hidung Safira. Sedikit bau Coldgate menyelingi aroma harum lotion tadi.
Bau favorit Safira. Bau yang membangkitkan gairahnya. Bau yang membuat nafsunya semakin bergelora.
Perlahan-lahan Safira mencium bibir mungil Alya. “Muahhhh.”
Tangan kanannya perlahan memeluk tubuh Alya. Dibiarkan sejenak sambil matanya tajam melihat mata Alya. Masih tertutup rapat.
Kemudian sedikit demi sedikit jari digerakkan ke atas tubuh Alya menuju ke daging pejal di situ. “Alamak. Alya pakai bra pula malam ini,” gumam hatinya. “Mungkin sudah terlalu lelah belajar sampai lupa melepasnya.”
Untungnya bra yang dipakai Alya jenis yang tidak ada kawatnya. Artinya tetap lembut saat diremas. Dengan penuh nafsu, Safira meremas payudara 34B tersebut. Cukup besar untuk tubuh seorang gadis kecil seperti Alya.
Safira menikmati payudara itu sepuasnya. Setelah kiri, payudara kanan pula yang diserang. Alya tetap tidak memberikan reaksi meskipun putingnya sudah mulai mengeras. Puting Alya terlihat menonjol meskipun dilapisi bra dan T-shirt.
Namun Safira menginginkan lebih dari itu. Tangannya turun ke bawah dan menyelinap ke bawah baju Alya. Jari Safira melewati pusar Alya dan terus ke dada. Tangannya menyelip ke dalam bra yang membalut payudara Alya.
“Hmmph…” erang Alya pelan.
Safira meremas-remas payudara Alya tanpa lapisan. Memberi lebih sensasi dan membuat nafsunya semakin bergelora.
Kemudian Safira memijat-mijat manja puting keras Alya bergantian kiri dan kanan. Sebelah tangan lagi mulai menggosok vaginanya sendiri. Lelehan cairan nikmat sudah bisa dirasakan.
Setelah puas meremas, tangannya mencari sasaran berikutnya. Yoga pants yang dipakai Alya menambah kenikmatan Safira. Safira mengusap-usap vagina Alya dari luar. Mencari belahan yang tertutup rapat.
Safira bangun perlahan dan menempatkan posisinya di sebelah kaki Alya. Celana ditarik ke bawah. Dari cahaya redup kamar mandi, samar-samar terlihat celana dalam putih berpolka dot ungu menutupi mahkota wanita Alya.
Safira mencium belahan vagina Alya. Ada sedikit bercak basah. Mungkin rangsangan saat payudaranya diremas tadi.
Celana dalam dilucuti dan terlihatlah benjolan tembam yang menggoda. Licin. Vagina Alya baru saja di-wax minggu lalu. Alya suka vaginanya bersih dan licin. Karena itu wax adalah pilihannya.
Tidak tahan dengan aroma harum, Safira menjilat belahan vagina itu. Paha Alya yang rapat membuat vaginanya terlihat lebih tembam.
Belahan itu dibuka. Membebaskan klitoris yang tersembunyi di celah vagina. Sedikit menonjol. Alya sudah terangsang! Safira menjilat sepuasnya karena dia sudah sangat tahu bahwa Alya tidak akan terbangun dari tidurnya. Sudah berbulan-bulan Safira melakukan perbuatan terkutuk ini terhadap teman sekamarnya.
Beberapa menit kemudian, Safira bangun lagi dari celah paha Alya. Puas Safira menjilat vagina tembam tersebut. Berkilat-kilat vagina basah Alya saat dilihat dalam keadaan redup itu. Safira kembali berbaring di sebelah Alya. Kali ini giliran dia untuk puas. Kain batik yang diikat rapi itu dilepas lalu dilorot ke bawah, memperlihatkan vaginanya yang sudah banjir. Memang ini pakaian resmi Safira saat menodai Alya. Atasan putih dan kain batik. Memudahkan pekerjaannya.
Vagina Safira mulai diusap. Jarinya menekan-nekan klitorisnya yang sudah mengembang. Sesekali tubuhnya seperti tersentak kesedapan. Desahan manja keluar dari mulutnya namun agak pelan. Masih berhati-hati agar Alya tidak terbangun.
Jari Safira meluncur cepat di celah vaginanya. Nikmatnya seakan tidak berujung. Setelah cukup lama menggosok, Safira meraih tangan kanan Alya dan menempatkan jari runcingnya di vaginanya.
“Ahhhh,” Safira mendesah.
Terasa lebih nikmat saat tangan orang lain yang menggosok vagina. Meskipun Safira yang mengendalikan tangan Alya, namun kenikmatan itu tetap dirasakan.
“Hmm. Alyaaa. Enak Alyaaa….” Safira berbisik pelan sambil berkhayal. Tangan kirinya rakus meremas payudaranya sendiri. Ditarik-tarik puting tegang itu dan dipijat-pijat sepuasnya. Bergantian kiri dan kanan. Tangan Alya semakin cepat dikendalikan mengikuti irama Safira menggosok vaginanya. Berdecit-decit suara erotis yang keluar hasil gesekan cairan kenikmatan yang melimpah.
Tak lama lagi, klimaks Safira akan tiba. Dia memejamkan mata dan membayangkan aksi panasnya bersama Alya.
Semakin cepat gosokan, semakin keras Safira mengerang. Dia sadar akan hal itu dan segera mengambil bantal peluk Alya lalu menekannya ke wajahnya.
“AHHHHH, DILAAAAAAA!!!! AAARGHHHHHH!!!” Jeritan kuat dilepaskan di balik bantal itu. Tubuh Safira menggeliat kesedapan. Tangan Alya dilepaskan. Untung ada kain batik yang dilapisi di bawah paha Safira karena cairan kenikmatannnya memancar seperti air pancuran. Nikmat kali ini terasa berbeda sekali.
Tubuh Safira terengah-engah mengambil napas. Terasa basah di kepalanya akibat keringat yang keluar saat aksi tadi.
Tiba-tiba…
“Hmm. Safirass.”
Mata Safira terbelalak saat namanya dipanggil.
DILA TERBANGUN?