Pemuas Nafsu Istri Bosku - Bab 04
Setelah naik lift, kami menuju ruang keluarga. Jihan masih menggenggam tanganku.
“Mau nonton film apa, Dra?” tanya Jihan.
“Terserah, Jihan. Aku suka apa saja,” jawabku. Ya, dia benar-benar memanggilku sayang! Dan, dia duduk di sampingku, menempel tubuhnya ke tubuhku, seolah-olah tidak ada tempat lain untuk duduk.
******
TV sudah terpasang, DVD player siap siaga. Tiba-tiba muncul peringatan dari FBI! “Apa lagi sih,” gumamku dalam hati. Aku menoleh ke arah Jihan, “Pasti kamu yang bikin cerita aneh ini, Jihan.”
Jihan hanya menyeringai, senyumnya manis sekali di malam itu. Lesung pipitnya begitu menawan, membuatku tak bisa tenang. Wajahnya, sungguh memikat.
Dengan santainya, Jihan memeluk lenganku, kepalanya ia sandarkan di bahuku. Sesekali tubuhnya bergoyang pelan. Aku bisa merasakan kekenyalan payudaranya, lembut dan menggoda. Tentu saja, malam itu ia tak mengenakan bra.
Seperti biasa, sebelum film dimulai, ada beberapa cuplikan adegan dewasa yang cukup vulgar.
“Kamu yakin mau nonton film kayak gini, Jihan?” tanyaku, sedikit khawatir.
“Tenang saja. Suamiku tipe orang yang open minded,” jawab Jihan.
Caranya menatapku saat berbicara membuatku semakin was-was. Rasa percaya dirinya begitu tinggi.
Kemudian, ia mencium pipiku. Aku terkejut, rasa khawatirku semakin menjadi.
“Cium aku, sayang,” pinta Jihan.
Aku menatapnya, gugup dan gemetar. Belum pernah aku digoda seintens ini oleh seorang gadis, apalagi istri orang lain.
Rasanya seperti tertekan. “Kalau aku nggak nurut, jangan-jangan dapat surat peringatan pemecatan,” batinku.
Jihan menggenggam leherku, menarik wajahku mendekat untuk mencium bibirku.
Dia yang memulai. Pertama kalinya ini terjadi. Biasanya, aku yang selalu berusaha mencium bibir perempuan. Kali ini, segalanya terbalik.
Lama bibir kami bertaut, aroma rokok masih tercium samar. Tapi karena aku sendiri juga perokok, jadi tidak terlalu mengganggu. Aku melepaskan bibirku, Jihan ikut serta. Kami sama-sama saling ulurkan lidah, sensasi yang luar biasa.
Tanganku meraba-raba punggung Jihan. Rasanya, batangku sudah tegang dan keras, hampir terasa seperti mau patah karena terjepit di dalam celana.
“Em… em!” Suara batuk Pak Randi, bosku, tiba-tiba terdengar.
Aku panik, jantungku berdebar kencang. Wajahku terasa pucat pasi.
“Eh, Bos, maaf Bos,” kataku meminta maaf atas kecerobohanku berciuman dengan istri bosku.
“Tidak apa-apa, Dra. Temani Jihan malam ini, ya,” kata Pak Randi.
“Kamu mau keluar, say?” tanya Jihan kepada Pak Randi, melihat bosku sudah berganti pakaian seperti hendak pergi ke clubbing.
“Clubbing,” jawab Pak Randi singkat.
“Oh, oke. Kamu pulang malam ini nggak?” tanya Jihan lagi.
“Lihat gimana nanti,” sahut Pak Randi.
“Oke, enjoy. Jaga diri, ya,” kata Jihan.
Pak Randi menyalami tanganku.
“Dra, jagain Jihan sayangku malam ini ya. Lakukan apa pun yang dia mau,” bisik Pak Randi di telingaku.
Aku hanya tersenyum, tak tahu harus berkata apa. Ini pengalaman yang baru bagiku. Aku mengerti maksudnya, tapi tidak tahu seberapa jauh aku harus menemani istrinya malam itu.
Jihan menyalami dan mencium tangan Pak Randi. Pak Randi menatapku dan mengedipkan matanya. Mantap, Bosku!
Bosku telah memberi lampu hijau untukku menyentuh istrinya malam itu. Aku mengira hal ini hanya terjadi di film Hollywood, ternyata benar-benar terjadi padaku.
Mungkin bosku ini impoten atau apalah ya, sehingga ia membawaku pulang untuk menjadi santapan istrinya. Beruntungnya aku. Istrinya cantik pula.
Senyum lebar mengembang di wajahku, tak menyangka bahwa malam ini akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Aku menatap Pak Randi, rasa terima kasih yang tak terucapkan membanjiri hatiku. Sungguh, aku tak pernah membayangkan akan terlibat dalam petualangan erotis seperti ini, terlebih lagi dengan istri bosku sendiri.
Jihan, sang istri cantik dan menggoda, tersenyum penuh arti kepadaku. Matanya yang tajam dan bibirnya yang merah merona seolah mengundangku untuk melakukan hal-hal terlarang. Rasanya seperti aku seorang pahlawan dalam kisah fantasi, yang ditugaskan untuk menyelamatkan sang putri dari naga yang jahat.
“Jangan khawatir, sayangku,” bisik Jihan, tangannya menyentuh pipiku dengan lembut. “Suamiku memang pria yang luar biasa. Dia tahu aku butuh hiburan malam ini, dan dia ingin aku bahagia.”
Kegugupanku tak bisa kusembunyikan. Rasanya seperti seorang anak kecil yang baru saja diberi hadiah istimewa. “Tapi, Jihan… aku… aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.”
Jihan tertawa kecil, suaranya seperti lonceng yang merdu. “Tenang saja, sayang. Aku akan memandu kamu. Malam ini, biarkan aku menjadi panduanmu menuju kenikmatan yang belum pernah kamu rasakan.”
Aku menelan ludah, mencoba untuk mengendalikan detak jantungku yang semakin cepat. Tak pernah terlintas dalam pikiranku bahwa aku akan terlibat dalam permainan erotis seperti ini. Jihan, dengan tubuhnya yang tinggi dan lekuk tubuhnya yang sempurna, selalu menjadi sosok yang hadir dalam fantasi terliarku.
“Ayo, ikut sini,” kata Jihan, menarik tanganku menuju ruang tidur utama.
Aku mengikutinya, jantungku berdebar kencang. Kami memasuki kamar yang didekorasi dengan mewah dan elegan. Tempat tidur berukuran besar dengan seprai sutra berwarna merah menyala, menciptakan atmosfer yang sensual. Aroma mawar dan vanila memenuhi ruangan, menambah kesan romantis yang menggoda.
Jihan menyalakan beberapa lilin aromaterapi, mengisi ruangan dengan aroma wangi yang menenangkan. Cahaya lilin yang berkelap-kelip menciptakan bayangan lembut di dinding, memberikan kesan misterius dan sensual. Suasana ruangan yang sunyi hanya diiringi oleh musik klasik yang mengalun lembut, menciptakan suasana yang sempurna untuk malam penuh gairah ini.