Para Akhwat Yang Ternoda - Bab 10
Aku mengeluh pelan. Yuna masih belum pulang dari mengerjakan tugas bersama Wina. Hanya beberapa hari lagi sebelum tenggat pengumpulan. Beruntunglah aku dan Luthfi berhasil menyelesaikannya lebih awal, jadi kami bisa fokus pada tugas dan mata kuliah lain sebelum ujian dimulai.
Aku sedang membuat catatan ringkas untuk mata kuliah ujian pertama minggu depan. Mataku terasa semakin berat, lalu aku melihat jam di laptop. 11.50 malam. Mungkin aku harus melanjutkan tidur setelah Subuh nanti? Perlahan aku tutup laptop dan matikan lampu meja. Aku juga mematikan lampu kamar dan memastikan pintu sudah terkunci sebelum merebahkan diri di atas tempat tidur.
Aku memejamkan mata. Seperti biasa, pikiranku mulai melayang. Ke arah ujian, ke arah drama Korea… ke arah keluargaku di kampung… ke arah ayahku… dan… kontol ayahku… vaginaku berdenyut sedikit sebelum aku mencoba memikirkan ujian lagi. Dan tanpa sadar, aku sudah tertidur.
****************
Aku membuka mata perlahan. Terasa ada sesuatu yang merayap di dadaku. Dan benar saja. Sepasang tangan sedang meremas buah dadaku lembut, dan aku bisa rasakan putingku tenggelam ke dalam telapak tangannya. Aku melihat siapa yang meraba buah dadaku itu.
Yuna.
Dalam gelap aku bisa melihat lekuk tubuh Yuna yang meliuk itu, pantatnya meninggi sambil bibirnya mencium leherkku. Aku memeluk kepalanya sambil mengerang pelan.
“Ummph… Yuna…” erangku manja.
Rambut Yuna yang panjang sebahu itu kugenggam sambil tanganku yang satu lagi merayap ke belakang tubuhnya yang meliuk itu. Aku sedikit terkejut merasakan bahwa dia sudah telanjang bulat. Aku remas pantatnya sedikit ganas, dan aku rasakan kantukku semakin hilang.
Tangan Yuna turun dari buah dadaku ke perutku, kemudian dia mencium vaginaku di luar celana katunku yang tipis, membuat pantatku terangkat sedikit.
“Ummphh… Yuna…. Kamu mau balas dendam ya…” godaku. Yuna mengangguk sambil masih mencium leherku rakus. Aku membiarkan Yuna yang biasanya pasif mengendalikan aku kali ini. Bibir Yuna mulai bergerak dari lehku kemudian ke bibirku.
Bibir kami bertaut penuh nafsu, dan lidah kami mulai bermain dengan rakus. Napas bertemu napas dan aku bisa rasakan air liur kami mulai meleleh sedikit ke dagu.
Tangan Yuna naik lagi ke atas, meremas buah dadaku sebelum T-shirt-ku ditarik ke atas, mengekspos buah dadaku yang bulat itu. Bibir Yuna turun ke bawah lalu putingku dihisap. Dan aku bisa rasakan Yuna menjilat putingku di dalam mulutnya. Tubuhku meliuk karena kenikmatan.
“Ahhhh Yuna… Ummphh… Apa yang bikin kamu horny banget sih…?” godaku sedikit heran. Namun Yuna tidak menjawab.
Tangannya turun lagi ke vaginaku, tapi kali ini tangannya terus masuk ke dalam celanaku. vaginaku diurut pelan, tapi cukup untuk membuatku terangsang. Dan aku tahu vaginaku sudah basah sejak aku bangun tadi.
Yuna menghisap putingku sambil meremas buah dadaku yang satu lagi, sebelum bibirnya menangkap puting yang satu lagi, menghisap rakus.
“Ahhhh Yuna… Ummphh…” Aku mengerang manja. Yuna tersenyum pelan dalam gelap sebelum tangannya turun ke celanaku, bibir ditarik lalu Yuna duduk di pahaku. Perlahan dia bergerak ke belakang, sambil menarik celanaku bersamanya. Sampai akhirnya dia sampai ke ujung kakiku, dan celanaku dilemparkan ke bawah. Dan aku lihat pakaian Yuna juga berserakan di bawah.
Yuna tidak menunggu lama sebelum membenamkan wajahnya ke pahaku yang montok itu. Dikucup dan dijilatinya rakus membuatku semakin bernafsu. Tubuhku meliuk karena kenikmatan sambil aku melihat wajah Yuna yang sedang menjamah pahaku itu.
Aku pikir Yuna mau menjamah vaginaku juga, tapi aku salah. Yuna kemudian bangun sebelum tangannya masuk ke bawah selimutku lalu ditarik sesuatu. Mataku terbuka sedikit lebar, melihat dildo dua kepala yang aku tunjukkan padanya semalam.
Aku ingin mengajaknya mencobanya semalam tapi Yuna ada pertemuan penting. Dan aku terpaksa menyimpannya kembali. Nampaknya ini rupanya yang membuat Yuna bernafsu seperti ini.
Tanganku meraih lampu meja di atas kepalaku. Cahaya cukup menerangi tubuh kami berdua yang telanjang bulat itu. Yuna perlahan menjilat kontol dildo itu dari satu kepala, hingga ke kepala yang lain, menggodaku. Aku menggigit bibir bawah, sedikit terkejut dengan perubahan Yuna.
Yuna yang dulu seorang yang pendiam dan tidak banyak bicara, kini duduk di atasku sambil menjilat dildo dua kepala. Dan entah mengapa hal itu membuatku semakin bernafsu.
“Umphh… Alisha… Aku terus teringat sama ini…” Yuna mengerang pelan. Aku tersenyum mengangguk.
“Aku juga Yuna… Eh, aku tunjukin cara makenya ya…” Aku tersenyum sebelum menolak diriku bangun. Aku genggam tangan Yuna bersama dildo tadi sebelum menarik tubuhnya. Kami tertawa sedikit sebelum aku mendorong Yuna berbaring di tempat tidurku. Aku mengambil dildo tadi sebelum perlahan menggesekkannya ke bibir Yuna.
Yuna tersenyum sebelum membuka bibirnya, dan aku masukkan kontol dildo tadi ke dalam mulutnya. Yuna hisap pelan sambil mataku bertemu matanya. Aku tersenyum nakal dan mengeluarkan lidahku, lalu kujilat kontol sisanya, sambil aku mulai menggerakkan kontol dildo itu keluar dan masuk dari mulut Yuna.
Tanganku menggenggam tengah kontol tersebut sebelum aku juga memasukkan ujung kontol dildo yang satu lagi ke dalam mulutku. Mataku bertatapan dengan matanya sambil aku menggerakkan kontol dildo itu ke depan dan ke belakang, sambil aku dan Yuna memberikan kontol plastik itu dua blowjob bersamaan.