Para Akhwat Yang Ternoda - Bab 08
Malam itu, aku teringat hubungan lamaku dengan Prita di sekolah. Entah mengapa, aku merasa ada kerinduan yang mendalam akan sesuatu yang berbeda. Luthfi tidak ada di kampus, dan aku tidak bisa menemukan lelaki lain untuk memenuhi hasratku. Jari-jariku pun tidak cukup untuk meredakan keinginan yang begitu mendesak. Aku merasa enggan untuk bangun dari tempat tidur, menarik selimut ke bawah kaki, dan mengambil ponsel.
Kemudian, aku melihat Yuna yang terlelap dalam tidurnya yang nyenyak. Kamar sedikit gelap, tetapi sinar cahaya dari jendela membantuku melihat sosoknya. Dia tidur dengan posisi miring, pantatnya menghadap ke arahku. Aku mengerti mengapa Luthfi begitu mengidamkan Yuna.
Perlahan, aku berusaha membangunkan diriku. Selimut Yuna aku tarik ke bawah, mengungkapkan kaus oblong pendek yang dia kenakan tanpa bra, serta celana track panjang yang sedikit longgar. Aku duduk di tepi tempat tidurnya dan mulai membelai pahanya dengan lembut. Saat itu, aku menggigit bibirku, semakin diliputi nafsu. Sebenarnya, aku ragu bagaimana reaksi Yuna jika ada perempuan yang menyentuhnya tanpa izin, tetapi rasa ingin tahuku tampaknya terlalu kuat untuk memikirkan konsekuensinya.
Tangan aku yang satu lagi meraba lengannya. Terasa kulitnya yang halus dan licin. Tanganku terus meraba paha dan lengan Yuna, sebelum satu tanganku turun ke pantatnya. Aku remas lembut pantatnya. Dan aku perasan Yuna memakai celana dalam tipis biasa. Dan pantatnya memang semontok yang aku lihat.
Tanganku yang berada di lengannya turun ke buah dadanya. Aku senyum nakal tahu yang Yuna tidak memakai bra, dan aku dapat rasa putingnya menonjol di bawah kausnya. Aku menggigit bibir bawahku lembut sambil aku terus menggumuli tubuh teman sekamarku itu.
Yuna bergerak sedikit. Aku terhenti, tetapi tanganku tetap di tubuhnya. Perlahan, aku menunduk dan mengecup kepalanya, merasakan aroma sampo yang masih menyegarkan. Aku membenamkan hidungku di antara rambut panjangnya, sambil terus meremas lembut buah dadanya dan pinggulnya.
Kemudian, perlahan-lahan, aku bangun dan memutar tubuhnya sehingga sekarang ia berbaring telentang. Wajahnya terlihat berbeda tanpa kacamata. Aku tersenyum sambil meraba betisnya. Dengan lembut, tanganku naik ke lututnya, seiring lututku juga bergerak naik ke atas tempat tidur. Telapak tanganku meluncur dari lutut ke pahanya, sedikit meremas pahanya yang montok, sebelum tanganku menyusuri kedua sisi pinggangnya.
Aku lihat wajah Yuna masih tidur nyenyak. Jariku masuk ke dalam karet celana track Yuna, dan aku masukkan lagi ke dalam karet celana dalam Yuna, lalu aku tarik kedua duanya perlahan. Agak susah di bagian pantat namun aku terus tarik sehingga ke paha, betis dan kaki. Sebelum aku melepaskan celananya ke bawah.
Tanganku perlahan meraba paha dan betis Yuna yang kini telanjang itu. Aku rasa kulitnya yang lembut dan bersih, dan juga pahanya yang montok. Aku tunduk lalu aku kecup pahanya. Aku jilat perlahan paha kirinya, sebelum berganti ke kanan. Semakin lama semakin dekat ke celah paha. Aku mengintai ke atas melihat jika Yuna masih tidur.
Aku dapat melihat ekspresi wajahnya yang sedang merasa aneh namun masih tidur. Aku senyum lalu aku terus menjilat dan mengecup paha Yuna, sebelum aku kecup vagina Yuna yang berbulu pendek itu. Tanganku memegang erat paha Yuna sebelum aku mengangkatnya, lalu meletakkan kakinya di atas bahuku. Kali ini, Yuna mulai bergerak lebih aktif.
“Ummphh…” Aku melihat ke atas, masih tidur tetapi aku tahu dia sudah mulai akan terbangun. Dan aku tahu apa yang akan membangunkannya.
Perlahan aku turunkan bibirku ke bibir vaginanya yang sudah mulai basah itu. Lalu aku kecup kuat, sambil aku menghisap bibir vaginanya itu.
“Ummphhh!! Ahhhh” Yuna mengerang sambil dia membuka mata. Cepat-cepat dia bangun dan melihat ke bawah. Dan aku tersenyum melihat reaksi Yuna di dalam gelap itu.
“A… Alisha?” Tanyanya. Aku tidak menjawab, aku hanya mengecup bibir vaginanya sekali lagi.
“Ummph!” Erang Yuna. Perlahan Yuna meraih lampu meja yang hanya terletak di kepala tempat tidurnya, menyalakannya. Menerangkan sedikit tempat tidurnya dan wajahku. Kini tubuh Yuna lebih jelas.
“A… Alisha, kamu lagi ngapain sih?” tanya Yuna sedikit bingung. Aku hanya menyunggingkan senyum nakal dari sela-sela paha Yuna sebelum menjilati bibir vaginanya dengan manja. Tubuhnya sedikit melengkung. “Ummphh!” Tangannya mencengkeram sprei erat-erat saat aku semakin cepat dan kuat menjilati vagina teman sekamarku itu.
Aku bisa merasakan cairan Yuna semakin meleleh, dan aku sudah lupa bagaimana rasa cairan nakal perempuan lain. Dan betapa aku menyukainya dulu dari Prita. Aku menjilati dengan semakin rakus, dan tiba-tiba tangan Yuna berada di atas kepalaku. Rambutku yang panjang sebahu itu digenggamnya sebelum dia mulai menggesekkan vaginanya ke bibirku. Nafsukupun semakin memuncak.
Aku menghisap vaginanya dengan rakus dan lidahku menari dengan lebih cepat, diiringi erangan Yuna yang lembut. Aku menggenggam pahanya semakin erat saat tubuhnya meliuk-liuk karena kenikmatan. Aku menghisap klitorisnya, membuat pantatnya terangkat dari tempat tidur. Aku terus menghisap sampai akhirnya Yuna hampir menjerit.
“Ahhhhmmmphhh!! Sh… Alishaaaa!” Dan dengan itu tubuhnya sedikit kejang dan bergetar, sambil vaginanya berdenyut kuat di bibirku sebelum aku bisa merasakan cairan klimaksnya meleleh keluar dari belahan vaginanya. Aku menghisap semua hasil permainan mulutku itu. Sementara erangan dan napas Yuna perlahan mereda.
Aku mencium bibir vaginanya sebelum memanjat tubuhnya. Aku meremas buah dada montoknya sedikit rakus sambil mendorongnya berbaring kembali. Yuna tersenyum nakal dengan wajahnya yang sedikit pucat karena orgasme tadi.