Para Akhwat Yang Ternoda - Bab 05
Aku melilitan syal hitam di kepalaku sebelum memakainya di atas telinga. Kulihat Yuna duduk di tempat tidur, membaca novel yang dibelinya minggu lalu. Kuperiksa diriku di cermin panjang yang digantung di dinding asrama. Syal menutupi dadaku, dan aku mengenakan kaus oblong longgar, bersama dengan celana jins hitam longgar, tetapi karena pantat dan pahaku yang besar, tetap terlihat sempit di sana.
Aku mengambil tas dari atas meja belajar sebelum meraih ponselku.
“Yuna, aku pergi dulu ya. Kapan kamu sama Wina mau ngobrol?” tanyaku sambil membuka pintu.
Yuna mengangkat kepalanya dari novel dan memandangku. “Nanti sore. Pacarnya datang pagi ini.” Jawabnya singkat. Yuna memang seperti itu. Jenis yang bicara sedikit dan menjawab sekedarnya. Kukanggukkan kepalaku.
“Kamu mau aku sampaikan salam ke Luthfi nggak?” tanyaku, karena aku tahu Luthfi menyukai Yuna. Hanya saja Yuna yang tidak pernah mau menanggapi. Yuna membuat ekspresi wajah sebelum kembali membaca novelnya. Kutertawakan perlakuannya pelan sebelum menutup pintu dan berjalan menuju fakultas.
Tugas kali ini adalah tugas berpasangan. Entah bagaimana namaku menjadi pasangan Luthfi. Kuharapkan mendapat pasangan wanita karena lebih mudah untuk berurusan, dan kami bisa mengerjakan tugas ini di kamar saja. Dan karena Luthfi memiliki aktivitas siang hari, kami hanya bisa bertemu di pagi hari.
Kulihat jam, pukul 7:30 pagi. Kubuka pintu kelas kosong tempat kami janjian bertemu. Kududukkan diri setelah menyalakan AC. Tidak lama kemudian, pintu terbuka dan Luthfi masuk.
“Maaf Alisha… Lama nunggu?” tanyanya. Kukgelengkan kepalaku. “Nggak, aku juga baru datang.” Jawabku. Luthfi tersenyum dan memberikan plastik berisi dua roti sosis. Kuberikan ucapan terima kasih dan mengambilnya. Roti sosis di asrama pria memang enak. Seringkali aku minta dibawakan.
Luthfi duduk di sebelahku dan kami berbasa-basi sebentar sebelum memulai diskusi.
**********
11 pagi.
Kututup laptopku setelah kami membagi tugas yang akan dikerjakan di kamar. Luthfi juga mulai membereskan barang-barangnya. Tiba-tiba ingin menanyakan sesuatu.
“Eh Luthfi, aku… Mau tanya. Kenapa sih kamu suka Yuna?” tanyaku. Luthfi terlihat heran, mungkin sedikit terkejut dengan pertanyaanku.
“Emmm… Karena… Entahlah… Mungkin karena wajahnya mirip orang Jepang… Aku suka wajah orang Jepang.” Jawabnya santai.
“Oh ya? Bukan karena alasan lain?” tanyaku lagi. “Karena aku pernah lihat kamu melirik dia…”
Luthfi membulatkan matanya. “Emm… Kamu ini… Haha. Oke, aku jujur aja ya. Tapi jangan bilang ke dia ya. Boleh?”
Kukanggukkan kepalaku sambil memasukkan laptop ke dalam tas. “Tentu.”
“Ingat nggak acara di semester pertama kemarin? Dia pakai baju apa?” tanya Luthfi. Kukanggukkan kepalaku. “Baju kurung biru kan?” tanyanya. Luthfi mengangguk.
“Yuna waktu itu… Aku nggak tahu dia sadar atau nggak, tapi dia pakai baju paling ketat yang pernah dia pakai. Biasanya dia pakai baju longgar. Dan… Lihat deh… Badan dia…” Bisa kulihat nafsu di wajah Luthfi. Nafsu yang kukenal sangat baik. Perlahan-lahan, vaginaku mengencang di bawah celana.
Sebagai teman sekamar Yuna, aku sangat tahu tubuh Yuna. Dan aku mengakui, meskipun bangga dengan pantat dan pahaku yang besar, kadang-kadang berharap punya tubuh yang lebih ramping seperti Yuna.
“Ohh… Jadi kamu mau tidur sama dia ya…” tanyaku. Mata Luthfi membulat. “Hey… Aku nggak pernah dengar kamu bicara seperti itu… Haha… Kalau bisa sih… Tapi dia baik kan… Aku biarkan saja sebagai fantasi saja…” Jawabnya jujur. Kusunggingkan senyum.
“Jadi aku nggak seksi dong?” tanyaku. Luthfi tersenyum. “Kamu mau tahu nggak apa yang aku rasain waktu lihat kamu?” tanya Luthfi. Kukanggukkan kepalaku sambil kami berdua berdiri dari kursi. Kami berjalan menuju pintu.
“Aku suka sama aset kamu ini.” Luthfi menunjuk ke pantatku. Kusunggingkan senyum, sudah menduga seperti itu.
“Ini?” tanyaku sambil sengaja menggerak-gerakkan pantatku. Wajah Luthfi terlihat terkejut. Kutertawakan perlakuannya pelan. “Kenapa sih kamu suka?” godaku.
“Karena besar dan montok. Apalagi kalau kamu pakai jubah hitam itu.” Jawab Luthfi. Kukanggukkan kepalaku. Tahu jubah mana yang dimaksud.
“Lebih besar dari Yuna kan?” Godaku lagi. Luthfi mengangguk. Kutertawakan perlakuannya pelan sebelum membuka pintu.
“Jorok… Aku bilang ke Yuna lho. Ya udah, aku ketemu kamu di kelas Selasa ya.” Godaku sebelum pergi meninggalkannya yang tersenyum sendiri. Dan kutahu matanya mengikuti tubuhku.
*******
Minggu itu sengaja kugoda Luthfi. Biasanya tidak akan memakai pakaian yang terlalu ketat karena tidak mau orang-orang di universitas tahu tentang “minat”ku. Namun, merasa senang menggoda Luthfi. Sengaja berjalan di depannya, dan menggerak-gerakkan pantatku agar Luthfi melihatnya. Dan kutahu matanya tidak pernah lepas dari pantat besarku. Meskipun Yuna, gadis yang diinginkan Luthfi, selalu berjalan di sampingnya.
Sabtu, pukul 9 pagi.
Datang ke kelas lebih awal. Dan punya sedikit kejutan untuk Luthfi hari ini. Memakai jubah hitam yang sedikit ketat di pantat, seperti yang dikatakan Luthfi minggu lalu, bersama dengan syal abu-abu yang sedikit licin. Yuna juga sedikit heran kenapa memilih memakai jubah itu hari Sabtu seperti ini. Karena biasanya hanya akan memakai kaus oblong dan celana jins, atau celana olahraga biasa.
Sengaja duduk di atas meja dosen. Meletakkan tas laptop di kursi. Tidak lama kemudian, Luthfi datang. Matanya membulat sedikit melihat duduk di atas meja. Biasanya akan pura-pura tidak melihat, meskipun tahu mengintip tubuhku, tetapi kali ini matanya seolah-olah memeriksa setiap inci tubuhku. Vagina mengencang di bawah jubah hitam, menerima tatapan nafsu dari Luthfi.
“Alisha…” Dia memanggil namaku.
“Iya Luthfi? Lagi lihat apa sih…?” Godaku. Luthfi tersenyum nakal sambil menurunkan tas yang dibawanya. Bisa kulihat tonjolan keras di celananya semakin membesar. Dan jujur, terkejut dengan ukuran teman sekelasku itu.
Luthfi menghampiriku, tangannya menyentuh pahaku dan mulai meremasnya. Matanya melirik ke arah dadaku, sengaja pakai kerudung yang sedikit pendek, tetapi masih menutupi setengah dadaku. Tangannya yang satu lagi meraih dadaku. Matanya membulat.
“Kamu nggak pakai bra?” tanyanya terkejut. Kusunggingkan senyum nakal. Menganggukkan kepalaku. Bisa kulihat nafsu Luthfi semakin besar, rabaan di pahaku dan dadaku semakin liar, sebelum Luthfi menarik tubuhku dan mencium bibirku. Tidak lama kemudian, lidah kami saling bertaut. Memeluk leherku sambil tangan Luthfi turun ke belakang, meremas pantatku dengan nafsu, mengangkat tubuhku ketika dia meremas pantatku seperti itu.
Kemudian Luthfi memutar tubuhku, mendorong ke meja dosen, mengangkangkan kakiku, tangan Luthfi meremas-remas pantatku, sebelum dia berlutut dan bisa merasakan ciuman dan rabaan di pantatku dengan wajah dan mulut Luthfi dari luar jubah. Mengerang pelan, sudah lama tidak merasakan sentuhan pria, terakhir kali mendapatkan sentuhan dari ayah adalah dua minggu yang lalu saat libur semester.
“Fuck… pantat kamu besar banget, Alisha…” Pujinya sebelum menampar pantatku. Mengerang manja. “Ahhh… Lebih besar dari Yuna kan?” Godaku. Luthfi mengangguk sebelum kembali meremas-remas pantatku dengan wajah dan tangannya.
Kemudian menyelipkan tangannya ke dalam jubahku. Mengambil kain yang diselipkan Luthfi dan membantu memegangnya agar tidak jatuh. Tidak memakai celana dalam. Melihat ke belakang dan melihat Luthfi menikmati pemandangan pantat telanjang. Tangan Luthfi mengusap kulit pantatku perlahan. Semakin diremas, semakin nafsu.
“Ahhh… Luthfi…” Mengerang pelan. Tangan Luthfi meraba paha dan vaginaku, bisa merasakan Luthfi mulai menghisap, menjilat, dan mengecup vaginaku dengan nafsu. Merindukan sentuhan ini, merindukan vaginaku diperlakukan seperti ini.
Aku mengangkangkan kakiku lebih lebar dan memberikan vaginaku kepada Luthfi. Luthfi menampar pantatku, membuat mengerang sedikit lebih kuat, merasakan sensasi pedih dan nikmat dari tamparan Luthfi.