Kumpulan Cersex Di Bus - Bab 3-1
Halo, saya akan mencoba merevisi cerita Anda dengan gaya bahasa kasual dan santai, serta mengganti nama karakter sesuai permintaan.
“Halo, namaku Reza. Aku bekerja di sebuah perusahaan swasta di kawasan Sudirman, Jakarta. Umurku 25 tahun dan masih single. Pengalaman ini adalah kisah nyata yang terjadi padaku pada bulan Maret 2012.
Aku berasal dari keluarga sederhana, dan hidupku juga biasa aja. Tapi entah kenapa, banyak cewek yang tertarik sama aku, mungkin karena mereka bilang aku lumayan ganteng. Hehe..
Orang tuaku campuran Padang-Manado, dan kakekku berdarah Arab. Mungkin itu yang bikin aku lumayan ganteng. Hehe.. Fisikku normal kayak kebanyakan cowok lain, tinggi 172 cm, berat 72 kg, dan berkulit putih.
Suatu hari setelah pulang kerja, aku naik Transjakarta karena bensin lagi mahal banget. Hari Jumat emang hari yang melelahkan buat warga Jakarta yang mau pulang kerja.
Aku berdiri di antrian halte busway depan Sarinah, nunggu bus sambil mikirin omelan atasan yang bikin bad mood. Tiba-tiba lamunanku buyar karena ada suara cewek yang nanya jam.
‘Permisi, mas. Jam berapa ya sekarang?’ tanyanya.
Aku kaget sebentar, terus jawab, ‘Jam 19:15, Mbak.’
Aku lihat cewek itu tersenyum manis sambil bilang terima kasih. Tatapannya bikin aku melayang sebentar, tapi bus yang ditunggu udah dateng, jadi aku buru-buru naik dan berdiri di pintu masuk sebelah kiri. Lumayan lah, bisa nyender di pintu.
Bus mulai penuh sesak saat berhenti di halte Bundaran HI. Di tengah keramaian, aku lihat sosok cewek cantik masuk dan berdesakan. Sepintas mirip mantan, tapi setelah dilihat lebih jelas, ternyata bukan.
Tiba-tiba hapeku bergetar, ada panggilan dari atasan. Dia bilang besok jam 11 pagi ada meeting dan aku harus datang tepat waktu. Setelah tutup telepon, badanku lemas. Besok kan hari Minggu, dan aku ada acara pernikahan keluarga.
Aku bengong sambil mikirin kerjaan. Tiba-tiba, persis di depanku ada cewek yang nempel karena bus penuh banget. Goyangan bus bikin aku panik karena bokongnya nempel di kemaluanku. Aku berusaha menahan diri supaya nggak terjadi hal-hal yang nggak diinginkan.
Tapi tiba-tiba, kontolku mulai tegang. Aku panik, takut dituduh pelecehan. Beranikan diri, aku bilang, ‘Maaf, Mbak, bisa agak kedepan sedikit?’
Tanpa kata-kata, cewek itu langsung membalikkan badan dan bilang, ‘Mas, saya gak bisa maju! Lihat aja bus penuh begini.’
Aku terpana melihat kecantikannya. Kulitnya putih, pakai behel, matanya agak sayu, rambut hitam keriting terikat sedikit berantakan, ciri khas orang pulang kerja. Tingginya sekitar 168 cm.
Aku cuma diam memandangi wajahnya. Tiba-tiba, dia memanggilku dengan suara agak keras, ‘Mas… Mas.. Saya gak bisa majuan lagi, kok malah bengong sih?’
Aku kaget dan tersenyum, ‘Iya, gak apa-apa, Mbak. Aku cuma gak enak kalau ada kejadian yang nggak diinginkan, nanti aku dikira melakukan pelecehan di bus.’
Dia menjawab, ‘Ya namanya juga jam segini, jam penuh-penuhnya di bus. Aku juga maklum, Mas.’
Aku agak kaget dengan jawabannya yang santai. ‘Oh, yaudah kalau menurut Mbak itu maklum, tapi menurutku itu kurang baik.’
‘Namaku Reza, nama Mbak siapa?’ tanyaku sambil menyodorkan tangan.
‘Namaku Intan,’ jawabnya.
Dari perkenalan itu, kami ngobrol dan cerita-cerita. Dia bilang dia kerja sebagai administrasi di perusahaan swasta yang penuh tekanan. Atasannya seorang wanita yang belum menikah, jadi sering marah-marah. Belum lagi godaan-godaan dari rekan kerja yang bikin dia nggak nyaman. Aku cuma mendengarkan dengan baik.
Karena posisi kami berhadapan, tanpa sadar dada Intan nempel di dadaku. Aku perkirakan ukuran dadanya sekitar 36B, lumayan besar untuk postur tubuhnya yang agak tinggi untuk ukuran cewek. Kontolku berdiri tepat di daerah pinggangnya. Karena dia bilang wajar, aku nggak sungkan lagi kalau kontolku berdiri. Ayunan bus bikin kontolku bergesekan dengan rok yang dia pakai.
Waktu terasa lama banget, kok rasanya nggak sampai-sampai di Blok M. Aku lihat ke kaca bus, ternyata bus keluar dari jalur karena ada bus Transjakarta yang mogok di depan. Lumayan nih, pikirku, bisa lama-lama sama Intan, sekalian ilangin penat kerjaan.
Nggak lama, Intan berbisik di telingaku, ‘Udah tegang banget nih kayaknya, Reza.’ Dia tertawa kecil.
Aku jawab, ‘Iya nih, abis posisinya enak banget.’
Intan membalikkan badannya, membelakangi aku. Entah sengaja atau nggak, saat membalikkan badan, dia colongan megang kontolku dan sedikit meremas. Aku menahan napas, nggak percaya sama yang dia lakuin.
Lalu aku memberanikan diri dan berbisik, ‘Kalo berani, jangan cuma remes dari luar dong.’ Aku tiup kuping belakangnya.
Dia tersenyum kecil, menggesek-gesekkan pantatnya ke kontolku. Wah, ini sih udah lampu hijau banget, pikirku. Lumayan buat ilangin penat, biarpun kentang.
‘Aku turun di Al-Azhar, kamu mau turun di mana?’ tanyanya.
Tanpa pikir panjang, aku jawab, ‘Aku turun bareng kamu deh.’
‘Loh, emang rumah kamu di mana? Kok turunnya bareng aku?’ tanyanya lagi.
‘Laki-laki yang baik harus mengantarkan wanita yang pulang sendirian malam-malam,’ jawabku.
Dia terus menggesek-gesekkan pantatnya ke kontolku, bikin aku tersiksa. ‘Intan, stop! Kita udah mau turun, aku nggak nyaman kalau jalan dalam keadaan begini.’
Dia cekikikan, orang-orang di sebelah memperhatikan. Akhirnya, kami turun dari bus dan menuju jembatan penyebrangan. Aku menggandeng tangannya, dan dia merespons dengan baik. Kami berjalan seperti pasangan pacaran.
Sesampainya di bawah, aku tanya, ‘Mau naik taxi atau bajaj?’
‘Naik apa aja terserah, katanya mau nganterin aku?’ jawabnya.
Akhirnya, kami naik taxi. Di dalam taxi, Intan bilang ke supir, ‘Kita ke apartemen ******o, Pak.’
Wah, itu kan apartemen orang-orang kaya, pikirku. ‘Kamu tinggal di sana? Kok pulang naik Transjakarta?’ tanyaku.
‘Itu apartemen kakakku kali, mana mungkin pegawai kaya aku tinggal di sana. Kebetulan kakakku lagi tugas di Perth 6 bulan, jadi aku yang numpang sementara ini,’ jawabnya.
Wah, bisa sekalian nginep nih, pikirku. Besok kan meeting jam 11 pagi. Emang deh, rezeki nggak kemana. Hehe..
Sesampainya di apartemen, jam udah menunjukkan pukul 20:43. Aku buru-buru minta izin mandi karena badan udah lengket banget.
Intan memesan makanan. Setelah selesai mandi, aku keluar cuma pakai handuk. Intan pun buru-buru mandi. Aku ikutin dia ke kamar mandi, tapi dia mendorongku keluar.
‘Heh, mau ngapain ikutan ke kamar mandi? Mau mandi lagi?’ tanyanya.
‘Iya, mau mandi bareng kamu,’ jawabku.
‘Enak aja, sana huss huss,’ dia mendorongku sambil meremas kontolku lagi. ‘Jangan kemana-mana ya, aku penasaran sama yang ada di balik handuk kamu. Kayaknya besar juga.’
‘Ya, will see aja, punya keturunan Arab nggak pernah bohong,’ jawabku sambil tertawa.
Tanpa diduga, Intan langsung mendekati aku, meremas kontolku, dan mencopot handuk yang kupakai. Dia pegang kontolku, kocok dengan cepat. Aku cuma diam sambil menikmati kocokannya, bersandar di pintu kamar mandi.
‘Shit! Gede banget dan panjang, berapa panjangnya, Reza? Aku nggak pernah lihat yang sebesar ini,’ kata Intan.
‘Gak tau, aku nggak pernah ngukur,’ jawabku.
Intan berhenti mengocok dan buru-buru mandi. Saat Intan mandi, timbul rasa penasaran dalam diriku. Aku membuka lemari bajunya, mencari bra-nya. Akhirnya, aku menemukan bra-nya dan melihat ukurannya 34D, bukan 36B seperti perkiraanku. Pantas aja dia sering digoda rekan kantornya.