Gairah Ustazah Rania - Bab 12
“Urm… Seperti yang kemarin ustazah…? Ustazah duduk di atas saya…?” tanyanya. Aku perlahan mengangguk. Justin tersenyum nakal sebelum dia mundur dan mulai berbaring di atas tempat tidur. Aku perlahan mengikuti Justin. Jubahku kutarik sedikit ke atas, lalu aku mulai duduk di atas paha Justin. Aku menutupi batang Justin dengan jubahku dan aku bisa merasakan batang keras panasnya berdenyut di atas vaginaku.
“Urm… Tapi tidak boleh masuk ya…” kataku. Dan aku tahu kata-kataku itu kebanyakan untuk mengingatkan diriku sendiri. Justin mengangguk paham.
Nafasku semakin berat meskipun aku belum bergerak. Perlahan, aku mendorong diriku sedikit ke atas, cukup untuk meletakkan batang keras panas Justin di celah bibir vaginaku yang masih perawan itu. Tubuhku melengkung menikmati sensasi.
“Ahhh… Justin…” aku mendesah manja. Tangan Justin perlahan meremas pantatku sambil aku tahu dia melihat wajahku yang penuh gairah ini. Wajah ustazahnya yang selalu mengajar Pendidikan Islam, kini duduk di atasnya dengan batang kerasnya.
Nafasku semakin tidak teratur, perlahan, aku menggerakkan tubuhku ke depan dan ke belakang. Menggesekkan bibir vaginaku yang basah, perawan, dan montok itu dengan batang keras, panas, dan berurat milik Justin.
Nafas Justin juga semakin berat. Aku perlahan mempercepat gerakan, ke depan, belakang…
“Ahhh… Ummphh… Justin…” aku mendesah kenikmatan. Meskipun masih memakai tudung panjang, dan jubahku masih menutupi tubuhku, aku bisa merasakan batang Justin yang kini tidak berlapis itu membuat gairahku semakin tidak terkontrol. Tubuhku melengkung di atas batang Justin itu.
“Ahhh… Ustazah…” Justin mendesah sambil tangannya mulai meremas pantatku di luar jubah. Aku tahu dia tidak bisa melihat apa yang terjadi di bawah jubahku ini, tapi aku tahu dia bisa merasakan vaginaku yang sangat basah karena dirinya.
Aku mempercepat gerakan ke depan dan belakang. Vaginaku berdenyut semakin kuat. Aku bisa merasakan putingku mengeras di bawah jubah. Dan aku bisa merasakan vaginaku berdenyut ingin lebih dari sekadar digesek di bibirnya. Aku sekuat tenaga menolak bisikan setan untuk memasukkan batang Justin ke dalamku.
“Ummphhh… Justin… Ahhh… Nikmatnya batang kamu ini… Ahhh… Bagaimana rasanya… kalau masuk ke dalam ustazah…” tanyaku tanpa sengaja. Aku terlalu tenggelam dalam nafsu dan terlalu sibuk menahan diriku dari menyumbat batang Justin ke dalamku sehingga aku tidak sadar apa yang kukatakan.
“Ummphh… Kalau ustazah mau tahu… Ahhh… Harus coba dulu…” goda Justin. Mendengar itu, darahku berdesir. Aku hampir saja menyerah pada bisikan nafsu itu. Namun aku menggeleng.
“T… Tidak boleh, Justin… Ahhh….” Aku mengerang kesenangan, menggeleng sambil terus menggesekkan batang Justin ke depan dan belakang. Membasahi batang Justin dengan cairan dari vaginaku.
Justin mendesah semakin keras. Aku bisa merasakan batangnya semakin tegang.
“S… Saya minta maaf, ustazah…” kata Justin tiba-tiba. Ucapannya yang tiba-tiba membuatku bingung dan berhenti bergerak. Baru saja aku ingin bertanya kenapa, tiba-tiba tubuhku ditarik dan dibaringkan.
“I… Justin!” Aku mengerang pelan. Aku tahu tubuhku menginginkan ini.
“I… Justin jangan!” kataku. Namun, Justin perlahan-lahan mendorong pahaku ke atas, membuatku mengangkang sambil menarik kainku ke atas. Aku segera menariknya kembali untuk menutupi vaginaku sebelum Justin sempat melihat.
“J… Jangan lihat, Justin!” kataku malu. Justin memegang batangnya, tidak peduli apakah dia bisa melihat atau tidak. Dan aku bisa melihat nafsu yang membara di matanya. Tubuhnya membungkuk sambil kepala batangnya mulai mencium bibir vaginaku, dengan aku yang masih memegang jubahku menutupi vaginaku dan batangnya dari pandangan Justin.
“Ummph… Maafkan saya, ustazah… S… Saya akan masuk…” katanya pelan. Mata kami bertemu. Wajahku memerah. Aku tahu aku juga menginginkan ini. Perlahan… aku mengangguk, mengizinkan.
Tanganku masih memegang jubahku, menutupi vaginaku dari pandangan Justin. Dan Justin hanya mengira-ngira. Kepala batangnya menggesek bibir vaginaku pelan, sebelum kepala batangnya didorong masuk ke dalam vaginaku perlahan, membuat tubuhku melengkung kesenangan.
“Ahhhh…. Justinnn!” Aku mengerang. Aku bisa merasakan kepala batang Justin membuka bibir vaginaku, sambil Justin terus mendorong perlahan lagi, memasukkan kepala batangnya ke dalam vaginaku. Nafasku mulai tersengal mengikuti gerakan Justin, dan aku bisa merasakan kepala batang Justin sekarang bertemu rintangan terakhirku, selaput daraku.
Justin menatap mataku. Meminta izin. Aku menggigit bibir bawahku perlahan. Nafasku semakin berat, dan aku tahu diriku telah tenggelam dalam nafsu yang satu ini.
Perlahan… Aku mengangguk.
Pinggangku dipegang erat oleh Justin, sebelum ia menarik napas, lalu dengan sekali dorong, kepala batang Justin menembus selaput daraku, membuat tubuhku melengkung sedikit karena rasa sakit. Dan batang Justin terus masuk memenuhi vaginaku yang ketat.
“Ahhhhh Justinnn! Ahhhh~~” Aku mengerang sedikit sakit dan nikmat. Mata kami bertemu. Nafas kami juga saling bertemu dengan penuh nafsu. Vaginaku mengencang erat batang Justin, terasa penuh di dalam vaginaku. Nafasku berombak sambil Justin mulai mencium dahiku perlahan. Membuat wajahku semakin merah.
Aku menggigit bibir bawah, dan perlahan Justin mulai menarik batangnya, sebelum mendorongnya kembali. Mulai bergerak ke belakang dan ke depan perlahan. Matanya selalu bertemu mataku. Tanganku mulai menggenggam seprai tempat tidur menahan kenikmatan. Dengan tudung panjangku yang masih menutupi kepalaku.
“Ahh… Ustazah… Ketat sekali, ustazah…” erang Justin. Aku menggigit bibir bawah. “B… Batang kamu yang… Umphh… Besar…” godaku kembali. Justin tersenyum nakal sambil ia mulai menarik dan mendorong batangnya semakin cepat. Mulai nyaman dengan ketatnya vaginaku.
Setiap kali jubahku terangkat, aku pasti menolak kembali, menutup sebanyak mungkin tubuhku. Walaupun aku tahu Justin tidak melihatnya karena matanya bertemu dengan mataku. Menghormati keinginanku.
Justin mempercepat gerakannya ke depan dan ke belakang. Memberi kenikmatan padaku. Tubuhku melengkung menikmati. Dengan setiap dorongan ke dalam vaginaku, dia akan memenuhi setiap ruang di dalam vaginaku, dan mencium ujung vaginaku. Terasa seolah-olah vaginaku memang sempurna untuk Justin.
“Ahhhh Justinnnn… Enaknya batang Justin… Ahhh… Ummphhh…” Aku mengerang kesenangan. Dan perlahan vaginaku berdenyut semakin kuat. Aku meremas dadaku sendiri dan Justin mempercepat gerakannya.
“Ummphh! Ahhh… Ustazaahh… Ahhh Ummphh!” Justin mengerang kesenangan. Mata kami bertemu lagi. Setelah itu Justin mencium bibirku sebelum menghentak batangnya sedikit, membuat tubuhku terangkat karena nikmat. Vaginaku mengencang kuat sebelum aku mencapai orgasme kuat di batang keras Justin yang masih terbenam di dalam vaginaku.
“Justinnnn!!! Ustazahhh orgasme!! Ummphh!! Ahhhh!!” Aku mengerang kesenangan sebelum aku mulai memeluk leher Justin erat. Justin tidak berhenti bergerak, menghentakkan batangnya ke dalam vaginaku kuat membuat vaginaku berdenyut kenikmatan.
“Ahhhh ustazaahh!” Justin mengerang sambil tangannya meremas dadaku di atas tudung panjangku itu.
“Ustazaahhh…. Saya mau keluar!” erang Justin. “Ahhh… Jangan di dalam, Justin! Ahhh!!” Aku mengerang kesenangan. Kepuasan. Perlahan Justin menarik batangnya keluar dari vaginaku sebelum aku menolak diriku bangun berlutut di atas tempat tidur itu.
Aku membuka mulutku sebelum Justin memasukkan batang keras padatnya itu ke dalam mulutku. Dipegang kepalaku erat sebelum dihentakkan batang keras dan lengketnya itu ke dalam mulutku. Aku menghisap kuat sambil mataku ke atas melihat muridku yang penuh nafsu itu.
“Ahhh ustazaahh!! Ustazaahhhh!! Mau keluar!! Ummphh!!” Justin memegang kepalaku sebelum didorong dalam-dalam ke dalam mulutku. Batangnya berdenyut kuat sebelum memancarkan air mani kentalnya ke dalam mulutku, memaksaku menelan air mani kental panasnya itu.
“Ummphh!!! Glurpp!! Ummmphh!” Aku mengerang sambil terus mencoba menelan sebanyak mungkin air mani Justin yang memenuhi tenggorokanku itu. Batang Justin terus berdenyut kuat dan tanganku perlahan mencapai kantung air mani Justin lalu aku urut perlahan. Membuat Justin mengerang semakin kuat.
“Ahhhh… Ustazah… Ummphhh… Ahhh…” Justin mengerang pelan. Setelah habis dilepaskan ke dalam mulutku, Justin menarik batangnya keluar lalu mengelap kepala batangnya ke bibirku. Aku tersenyum nakal sedikit sebelum aku menjilat pelan kepala batangnya.
Justin tersenyum puas. Begitu juga aku.
Perlahan, Justin turun dari tempat tidur.
“Urm… Ustazah… Saya balik ke kamar dulu ya? Nanti teman sekamar saya banyak bertanya…” katanya. Aku mengangguk paham. Vaginaku berdenyut puas dan masih sedikit sakit dari selaput dara yang pecah tadi. Aku menarik napas dalam.
Aku melihat Justin memakai kembali pakaiannya.
“Umm… Justin… Jangan onani atau nonton video porno lagi ya…” pesanku.
Justin tersenyum nakal.
“Baik ustazah… Minggu depan seperti biasa ya…?” tanyanya nakal. Aku mengangguk. Justin tersenyum sebelum keluar dari kamar hotelku itu.
Aku melihat refleksiku di cermin.
Rania… Ustazah Rania… Seorang ustazah yang berjilbab panjang, berjubah longgar… Tetapi vaginanya berbekaskan batang muridnya sendiri… Berdenyut kepuasan…
Rania…
Apa yang sudah kau lakukan ini?