Gairah Ustazah Rania - Bab 11
Minggu depan bakal jadi minggu yang sangat sibuk buatku. Beberapa hari ini aku pulang telat untuk menyiapkan kertas kerja dan memastikan semua persiapan berjalan lancar. Berkat sponsor, kami mendapatkan aula hotel bintang 4 di puncak untuk acara kem ini, plus cukup kamar untuk semua 60 siswa yang ikut.
Untuk para guru, kami mendapat kamar yang harus dibagi berdua. Aku seharusnya sekamar dengan Ustazah Fara, tapi karena rumah Ustazah Fara dekat sekali dengan hotel, dia memilih untuk bolak-balik saja.
Hari pertama dan kedua acara berjalan seperti biasa. Karena aku harus mengurus pembicara tamu, aku agak sibuk sampai mereka pulang. Aku hanya bisa melihat Justin dari jauh. Kalau dipikir-pikir, umurku yang 24 tahun ini sebenarnya bisa dibilang kakaknya Justin, yang sekarang ada di kelas 3 SMA.
Tapi…
Aku menarik napas dalam-dalam. Setelah memastikan aula sudah rapi dan siap digunakan besok, untuk hari terakhir, aku keluar dari aula. Mataku mencari Justin karena para siswa yang membantu beres-beres tadi. Mungkin Justin sudah balik ke kamar? Atau nongkrong dengan teman-temannya?
Aku menggigit bibir bawah, merasa bersalah karena memiliki perasaan seperti ini terhadap Justin. Ya, tubuhku sedikit berdenyut mengingat apa yang terjadi dengan Justin minggu lalu, tapi bukan hanya itu, hatiku juga sepertinya merindukan muridku itu. Aku menggelengkan kepala, mencoba mengusir Justin dari pikiranku sebelum aku menuju kamarku.
Sejam kemudian, aku keluar dari kamar mandi hotel dan mengeringkan tubuhku. Baru saja aku meraih Tshirt, iPhone6-ku bergetar. Perlahan aku mengambilnya dan melihat nama pengirim pesan.
Justin
“Ustazah sudah tidur?”
Aku menggigit bibir bawah perlahan sambil membalas pesan.
“Belum, kenapa Justin?”
Tak lama kemudian, Justin membalas lagi.
“Urm… Mau minta tolong ustazah…? Hari ini kan seharusnya hari konseling… Saya sudah melakukan apa yang ustazah minta… Tidak menonton video porno… Tidak onani…”
Aku membaca pesannya dan meletakkan iPhone6-ku kembali. Wajahku memerah.
“Rania… Rania… Bagaimana ini…?” Aku menarik napas dalam-dalam berbicara pada diri sendiri. Walaupun pikiranku mencoba mencari tahu apa yang harus dilakukan, di dalam hatiku aku tahu apa yang aku inginkan. iPhone6-ku aku raih kembali.
“403. Datang dalam satu jam. Chat ustazah kalau kamu sudah sampai lantai 4.”
Aku tidak menunggu jawaban Justin dan langsung meletakkan iPhone6-ku di atas ranjang. Pelan-pelan aku menarik koper kecilku dan mencari pakaian yang paling bawah. Yang sudah aku siapkan kalau kejadian ini benar-benar terjadi. Di dalam hatiku aku merasa malu, karena mengharapkan hal ini akan terjadi.
Rania… Apa yang sebenarnya terjadi dengan aku?
Aku memeriksa diriku sekali lagi di depan cermin. Tudung panjangku seperti biasa, menutup hampir sampai pinggang. Di bawahnya, aku memakai jubah hitam polos dengan hiasan manik-manik kecil biru dari dada sampai pinggang, kebanyakan tertutup oleh tudung panjangku, sementara di lengan jubah itu juga ada manik-manik biru yang membentuk pola gelombang kecil.
Aku menggigit bibir bawah, tidak tahu kenapa. Aku memakai makeup tipis seperti biasanya saat mengajar, dengan lipstik merah muda lembut yang cocok dengan warna kulitku yang cerah.
Tiba-tiba, iPhone6-ku bergetar.
“Ustazah, saya sudah di depan lift.”
Aku perlahan melangkah ke pintu dan membuka sedikit.
“Oke, masuk saja. Jangan ketuk.”
Aku tidak mau kalau tetangga kamar mendengar ada orang datang ke kamarku. Aku menarik napas dalam-dalam. Tak lama, aku mendengar langkah dari luar, pintu didorong dan Justin masuk. Wajahku memerah dan aku bisa mencium aroma sabun dari Justin. Pasti dia juga baru selesai mandi, pikirku.
Aku perlahan menutup pintu kamar hotel itu rapat-rapat.
“A… Assalamualaikum ustazah…” sapa Justin memberi salam.
“Walaikumsalam Justin… Urm… Masuklah…” kataku, mempersilakannya masuk ke ruang kamar tidur yang memiliki ranjang queen size itu. Justin perlahan duduk di ujung ranjang sebelum aku bergabung di sebelahnya.
“Jadi… Bagaimana kem cemerlang ini? Justin merasa oke tidak?” tanyaku. Justin mengangguk. “Oke… Semua pembicara bagus-bagus… Mengerti…” jawab Justin. Aku mengangguk.
“Bagus… Urm… Benarkah kamu tidak onani atau… Menonton video porno minggu ini?” tanyaku kepada Justin. Justin mengangguk. “Benar ustazah… Apa yang ustazah lakukan minggu lalu, membuat saya ingin lagi… Urm… Dan saya rela meninggalkan hal-hal itu demi ustazah…” jawabnya.
Wajahku memerah mendengar kata-katanya itu. Aku menggigit bibir bawah. Melihat tonjolan di celananya yang sudah mengeras itu. Aku tersenyum nakal sedikit sebelum pelan-pelan turun berlutut di antara kakinya. Biasanya Justin yang akan mengeluarkan miliknya, tapi hari ini aku yang mau melakukannya untuknya.
Perlahan tanganku meraih sabuknya, aku buka. Lalu aku buka kancing celananya itu dan menarik resletingnya ke bawah. Justin hanya melihat tindakan ustazahnya itu. Setelah itu, pelan-pelan aku menarik celananya ke bawah sampai ke pergelangan kaki, menyisakan tonjolan Justin yang hanya tertutup boxer kecilnya.
Aku menggigit bibir bawah sebelum tanganku menarik turun boxernya itu juga, memperlihatkan milik Justin yang keras padat itu untuk tatapan mataku.
“Urm… Keras sejak kapan ini, Justin…?” tanyaku. Wajah Justin sedikit memerah.
“Er… Sejak… Sejak di jalan tadi, ustazah…” jawab Justin. Aku menggigit bibir bawah pelan-pelan sebelum aku meraih miliknya, lalu aku urut ke atas dan ke bawah perlahan, merasakan kehangatan dan kekerasannya di tanganku.
“Ummphh… Ustazah…” erang Justin. Lalu pelan-pelan aku turunkan wajahku, sebelum bibir lembutku mencium ujung milik Justin. Aku mencium ujungnya, lalu menurunkan bibirku ke samping, mencium urat-uratnya yang timbul, sambil aku terus mengurut ke atas dan ke bawah.
Kemudian, pelan-pelan, aku masukkan miliknya ke dalam mulutku, aku isap perlahan. Lidahku mulai menjilat-jilat kerasnya di dalam mulutku itu, sedang mataku yang bulat melihat ke atas ke wajah Justin yang seolah masih tidak percaya, melihat ustazahnya yang berjilbab panjang berlutut di bawah dengan miliknya di dalam mulutku.
Aku mulai menggerakkan kepalaku ke atas dan ke bawah, memasukkan dan mengeluarkan miliknya dari mulutku berulang kali, memberinya nikmat dari mulutku dan lidahku. Sambil aku terus mengurut dasar miliknya yang berurat keras timbul itu.
“Ahhh… Ustazah Rania…” Justin mengerang kesenangan. Aku ingin dia merasa lebih nikmat. Perlahan aku tarik miliknya keluar. Aku jilat sedikit dari dasar miliknya terus ke ujungnya. Sambil aku urut miliknya ke atas dan ke bawah. Aku suka melihat Justin bernafsu begitu. Mengapa? Jujur aku tidak tahu.
Aku tersenyum nakal sebelum aku memasukkan tanganku ke bawah tudung panjangku itu. Hari ini, sengaja aku memilih jubah yang resletingnya dari atas dada sampai tengah dadaku. Aku tarik turun lalu aku keluarkan kedua-duanya, masih terlindung di bawah tudung panjangku. Aku menggigit bibir bawah sebelum aku menundukkan tubuhku, lalu aku masukkan milik Justin yang keras itu ke bawah tudung panjangku itu.
“Ummphh… Ustazah…” erang Justin. Tahu apa yang akan terjadi. Aku perlahan kepitkan miliknya ke celah dadaku. Aku remas dadaku perlahan di bawah tudung, sebelum aku mulai menggerakkan milikku ke atas dan ke bawah, sambil aku tersenyum nakal kepada muridku Justin itu.
“Um… Justin suka seperti ini…? Justin suka kalau ustazah kepit milik Justin yang keras ini…?” tanyaku manja. Justin mengangguk. “Ahhh… Suka sekali ustazah… Ummphhh… Nikmat sekali ustazah…” erangnya kesenangan. Aku menggigit bibir bawah sambil aku mempercepat gerakan ke atas dan ke bawah. Dadaku aku kepit semahunya dan sesekali sengaja aku gosok-gosokkan dadaku yang montok itu ke miliknya, memberikan erangan lebih keras dari Justin.
Justin menggenggam erat seprai tempat tidur, menahan kenikmatan, dan aku bisa merasakan batangnya berdenyut hangat di antara payudaraku yang bulat. Nafasku dan nafasnya makin cepat. Aku mempercepat gerakan payudaraku ke atas dan ke bawah, sementara jariku terus meremas-remas payudaraku.
“Ummphh… Ustazah…” erang Justin penuh gairah. “Ummm… Ustazah… Saya ingin… Saya ingin menggesekkan ke pantat ustazah… Urm… Boleh?” tanyanya pelan. Mataku membulat sedikit sebelum wajahku memerah mendengarnya. Aku tersenyum nakal sedikit sebelum mengangguk. “Boleh, Justin… Kamu ingin melakukannya bagaimana?” tanyaku manja sambil terus menggesekkan payudaraku ke batang keras Justin.
“Urm… Ustazah berdiri…” katanya. Aku mengangguk sebelum mempercepat sedikit gerakan. Lalu aku menarik batang Justin keluar dari balik tudung panjangku sebelum berdiri. Jubahku yang longgar terasa ingin melorot karena resleting yang kubuka tadi, jadi aku mengancingkannya kembali. Justin perlahan bangkit sebelum tangannya memegang pinggangku. Mata kami bertemu. Aku tersenyum malu.
Perlahan, Justin memutar tubuhku hingga menghadap meja kecil di hotel itu. Aku sengaja menungging sedikit, mengeluarkan pantatku untuk muridku itu. Justin tak menunggu lama, sebelum meletakkan batang kerasnya di antara daging pantatku yang masih tertutup jubah. Namun aku bisa merasakan kerasnya batangnya itu di celah daging pantatku.
“Ahhh… ustazah…” erang Justin pelan. Dia mulai menggesek, mengarahkan batangnya ke atas dan ke bawah, menekan batangnya di antara daging pantatku. Perlahan, tangan Justin naik dari pinggang ke payudaraku di luar jubah. Dia meremas perlahan payudaraku yang montok bulat itu, sambil terus menggesekkan batangnya.
“Ummmphh… Justin…” aku mengerang pelan. Rasanya nikmat diraba dan digesek seperti itu. Aku melihat bayangan kami di cermin, dan aku bisa melihat tangan Justin yang meremas-remas payudaraku di bawah tudung panjangku. Membuatku semakin bergairah.
Aku bisa merasakan batang keras Justin menggesek semakin kuat dan cepat di celah pantatku, dan aku mulai merasakan nafas Justin di leherku, meskipun leherku masih tertutup tudung panjang. Eranganku dan Justin semakin keras dan cepat, dan kami tahu kami berdua menginginkan lebih.
Mata kami bertemu di cermin. Perlahan, tangan Justin turun dari payudaraku ke pahaku, dengan hati-hati, Justin menarik jubahku ke atas. Inci demi inci, jubahku terangkat, memperlihatkan kakiku. Aku bisa melihat mata Justin membulat sedikit melihat aku tidak memakai apa-apa untuk menutupi kakiku kali ini.
Tangan Justin masih perlahan menarik jubahku ke atas, hingga jubahku terangkat melewati pantatku yang bulat dan telanjang, sementara bagian depanku masih menutupi celah pahaku. Aku tahu dia ingin menyimpannya untuk nanti. Aku menggigit bibir bawahku nakal. Malu.
“Ummm… Ustazah…” erang Justin pelan sambil mulai menggesekkan batangnya kali ini di celah daging pantatku tanpa penghalang. Digeseknya ke depan dan belakang, dan aku bisa merasakan betapa keras dan hangatnya batang beruratnya itu di celah daging pantatku. Aku mulai memegang meja kecil di depanku sebagai penopang, karena gairah yang semakin memuncak ini membuat lututku terasa lemas.
“Ummmphh… Justin…. Justin suka pantat ustazah…?” tanyaku manja. Justin mengangguk. Tangannya turun meremas pantatku sementara tangan yang satunya memegang pinggangku bersama jubahku yang tadi ditarik.
“Ahhhh… Justin…” aku mendesah nikmat merasakan tangan Justin yang meremas dan mengulen daging pantatku itu, sambil dia mendayung di celah daging pantatku dengan penuh nafsu. Aku tahu jika dia mau, dia bisa saja hanya menggunakan daging pantatku sebagai pelampias nafsunya hari ini. Tapi aku bisa merasakan dia pasti menginginkan lebih dari pantatku.
Aku pun tidak sadar sudah berapa lama Justin menggunakan daging pantatku, sementara tangannya tidak henti-henti meremas payudaraku di bawah tudung panjangku. Aku tahu dia bisa merasakan putingku yang mengeras di balik jubah itu. Kemudian perlahan Justin menarik tangannya dan batangnya sebelum memutar tubuhku kembali.
Mata kami bertemu. Tangannya di pinggangku. Kalau dipikir-pikir, aku tidak sadar sebelumnya bahwa Justin sedikit lebih tinggi dariku. Aku menggigit bibir bawah, dan belum sempat aku berpikir apa-apa, bibir Justin bertemu bibirku.
Bibir kami saling menekan. Aku sadar kami berdua tidak punya pengalaman dalam berciuman. Namun berbekal dari apa yang dilihat di televisi dan cerita porno, perlahan-lahan bibir kami saling bertautan, dan tidak lama kemudian, lidah kami mulai bertemu.
Jubahku yang tadi ditarik ke atas dilepaskan kembali ke bawah, dan tangan Justin mulai meraba-raba tubuhku, dari payudara, pantat, hingga pahaku. Aku membiarkannya saja meskipun aku bisa merasakan batang Justin mencucuk-cucuk perutku.
Tak lama kemudian, Justin menarik wajahnya.
“Urm… Ustazah… Justin… Justin ingin ejakulasi dengan ustazah, boleh?” tanyanya pelan. Aku mengangguk.
“B… Boleh Justin… Justin ingin ustazah melakukan apa?” tanyaku.