Gairah Ustazah Rania - Bab 08
“Bu…” panggilnya. Aku senyum sedikit. Tangannya perlahan mencapai vaginaku, diraba sedikit sebelum tangannya perlahan menjalar ke celah vaginaku.
“Ahh… Justin…” Aku mengerang perlahan merasakan tangan Justin di atas vaginaku walaupun berlapis itu. Aku menggigit bibirku sebelum tanganku mencapai batang keras Justin kembali, mengocoknya kembali ke atas dan ke bawah.
Tangan Justin mula mengocok vaginaku itu, bermain di celah bibir vaginaku. Aku sengaja buka sedikit vaginaku memberi ruang kepada tangannya, sambil tubuhku melentik sedikit di atas kursi pengemudi itu. Enaknya sentuhan tangan Justin membuatku kurang fokus mengocok batangnya.
“Ummph… Bu…” Justin mengerang kenikmatan sambil aku bisa merasakan jarinya terus mengocok vaginaku berlapis gaun itu. Tanganku yang satu lagi memegang stir mobil erat, menahan kenikmatan sambil aku berusaha mengocok batang keras Justin di sebelah.
Aku sadar yang Justin sedang melihat tubuhku yang sedang bersemangat melentik itu. Membuat wajahku memerah malu.
“Urmmphh… Justin lihat apa ya..?” aku tanya sambil aku terus mengocok, dan menikmati sentuhan dari Justin pada saat yang sama.
“Urmm… Lihat badan Bu… Pasti Bu panas di bawah gaun dengan kerudung panjang ini…” kata Justin. Wajahku terasa panas, malu dengan pernyataan Justin. Aku menggigit bibirku, berpikir hendak menjawab apa sebelum Justin mulai menyentuh biji kelentitku.
“Ahh! Justinn!!” Aku mengerang kenikmatan. Justin kemudian bermain di situ lama, membuat tubuhku terangkat angkat kenikmatan, sehingga aku lupa untuk mengocok batangnya. Nafasku juga semakin berat dan semakin mengikuti ritme kocokan jari Justin.
“Jus…tin! Ahh… Pernahkah kamu melakukan ini… Sebelumnya? Ahhh!” Aku mengerang kenikmatan. Melihat Justin menggeleng di sebelahku.
“Tidak pernah, Bu… Ummphh… Ini… Pertama kali…” katanya. Aku menggigit bibirku membiarkan jari Justin mengocok vaginaku semakin cepat. Aku coba mengocok batang Justin namun aku sama sekali tidak bisa fokus karena enaknya jari Justin bermain-main di alur vaginaku. Dan aku bisa merasakan gaunku mulai basah, menyerap dengan air vaginaku.
Tiba-tiba Justin memegang tanganku yang ada di atas batangnya itu, lalu dia mengocok batangnya menggunakan tanganku. “Ummphh… Maaf Justin… S… Saya tidak tahan… Ahhh… Enaknya kamu mainkan… Ahhh… Seharusnya kamu mau… Bu yang mengocok… kamu.. Ahhh…” Erangku kenikmatan. Membiarkan Justin mengambil alih gerakan tanganku.
Tangan yang semula di kemudi, kutarik sebelum aku menyesuaikan kerudung panjangku, lalu kuremas dengan leluasa buah dadaku yang besar ini.membiarkan Justin menonton. Aku tahu Justin semakin gelisah melihat gerakan tanganku di bawah kerudung panjangku itu, karena jarinya semakin cepat menggesek vaginaku.
Aku bisa mendengar napas Justin semakin berat. Aku juga merasakan pandangannya mulai melirik ke tubuhku yang kini lebih dekat dari biasanya. Napasku terhembus penuh hasrat, disertai desahan manja yang nyaris tenggelam oleh suara hujan yang mengetuk atap seng tempat parkir mobil keluarga Justin.
“Ahhhh… Justinnnn~ Justinnn~ Bu rasa Bu maukkk… Ahh Ahh Ahhh!!” Aku mengerang merasakan diriku semakin hampir. Justin mempercepat gerakan jarinya, dan walaupun masih berlapis gaunku itu, jari Justin masih bisa aku rasakan, menyentuh dan bermain dengan setiap titik yang membuat tubuhku melentik kenikmatan.
“Ahhh Justin!! iBu mau orgasme!! Orgasme!! Urmmmphhhhh!!!” Aku mengerang kuat sambil aku memegang kembali stir, nafasku berat dan vaginaku mengepit tangan Justin di celah itu, sebelum tubuhku terangkat di kursi pengemudi itu, membawa vaginaku klimaks hasil dari tangan Justin.
Justin memperlambatkan kocokannya, membiarkan aku klimaks semahunya sebelum dia menarik tangannya. Aku menarik nafas dalam, mencoba menenangkan kembali diriku setelah mendapat klimaks pertama dari seorang pria. Aku menggigit bibirku sebelum aku mula kembali mengocok batang Justin. Sekarang giliran Justin pula.
“Ummphh… Bu… Ahhh… Enaknya tangan Bu… Ahhh…” Justin mengerang kenikmatan. Aku bisa melihat matanya masih mengintip tubuhku, aku membiarkan saja. Dan aku tahu Justin sangat suka melihatnya.
Batangnya berdenyut semakin kuat.
“Ummphh… Justin suka melihat dadaku, ya?” tanyaku sedikit nakal. Justin mengangguk. Aku menegaskan genggaman tanganku di batangnya dan kemudian mengocoknya ke atas dan ke bawah dengan lebih cepat. Air mani mulai mengalir di tanganku.
“Ummphh… Bu… Bolehkah aku menyentuh boleh…?” tanya Justin. Matanya masih terpaku pada dadaku. Aku menggigit bibirku. Barusan aku baru saja mendapat orgasme dari sentuhannya, apa salahnya jika dia menyentuh. Dengan logika itu, aku mengangguk.
Justin perlahan memutar tubuhnya sedikit sebelum mencapai dadaku, merasakannya perlahan di atas kerudungku yang panjang, dan aku tahu meskipun ada lapisan kerudung, jubah, dan braku di bawah, wajah Justin menunjukkan bahwa dia senang akhirnya bisa menyentuh dadaku yang selama ini dia tonton.
“Ummphh….. Aku pikir sudah cukup besar… Tapi ternyata, lebih besar dari yang kubayangkan… Ummphhh…” rintih Justin dengan penuh kenikmatan. Tangannya meraba dengan lembut dadaku, membuatku juga mengerang kenikmatan.
Wajahku menjadi merah karena pujian Justin. Mungkin keajaiban mengenakan hijab panjang adalah bisa menyembunyikan bentuk tubuh sebenarnya seorang wanita.
Aku mempercepat kocokannya, dan aku bisa merasakan rabaan tangan Justin pada dadaku semakin kasar sedikit, sebelum dia kembali bersandar. Namun, tangannya kemudian memegang paha ku, lalu digosok dan diraba sedikit dengan batangnya yang semakin berdenyut kuat.
Astaga!!! Dia akan ejakulasi!!
Aku tidak memakai sarung tangan, jadi aku tidak bisa menutupi ujung batangnya seperti biasanya. Dan aku tidak sempat memakai kerudungku karena kalau kena hujan, temanku akan tahu saat aku pulang nanti!
“Ahhhh Buuu… Aku akan ejakulasi! Ummph!!” jeritan dan kata-kata Justin itu membuatku hilang arah, karena aku tahu aku tidak bisa membiarkan Justin mengeluarkan air maninya ke dalam mobilku itu.
“Buuu!! Buuuu!!!” Justin mengerang semakin dekat, dengan itu aku membuat keputusan drastik, aku cepat-cepat menurunkan kepalaku lalu aku menyumbat ujung batang Justin ke dalam mulutku, sebelum aku terus mengocok batang Justin dengan cepat.
“Bu!! Arghhh!!” Justin mengerang terkejut dan kenikmatan dengan gerakanku itu, lalu dia mengeluarkan air maninya ke dalam mulutku. Kepalaku terhentak sedikit, terkejut dengan kekuatan pancaran air maninya ke dalam mulutku, sambil aku mengepalkan bibirku di sekitar ujung batangnya, dan membiarkan Justin memenuhi mulutku dengan air maninya itu.
Nafas Justin tersekat dengan setiap pancaran, sebelum pancarannya menjadi perlahan Aku terus membiarkan air maninya itu bertumpuk di dalam mulutku. Setelah yakin bahwa batangnya sudah berhenti mengeluarkan air mani, aku perlahan menarik batangnya keluar dari mulutku, sambil mengepalkan bibirku, tidak ingin air maninya kembali meleleh ke batangnya.
Aku menarik kepalaku lalu mengelap sedikit yang meleleh di bibirku. Aku membuka mulutku lalu menunjukkan air mani Justin yang bertumpuk di mulutku itu.
“Apa kamu baik-baik saja?” tanyaku. Gerakan lidahku saat aku berkata itu membuatku seolah bermain dengan air maninya itu di dalam mulutku.
Justin mencoba melihat sekeliling, jika ada sesuatu yang bisa aku buang air maninya sebelum dia kembali melihatku.
“Urm… Kalau Bu menelan…?” tanyanya. Mataku membulat sedikit. Air maninya yang bertumpuk itu terasa semakin ingin meleleh ke bibir. Dengan itu aku perlahan menutup bibir, sebelum aku menelan sedikit demi sedikit air maninya yang kental itu. Aku bisa merasakan kekentalannya melalui tenggorokanku. Aku terus menelan sampai habis air mani Justin itu aku telan.
Kemudian aku perlahan membuka mulutku. Menunjukkan mulutku yang kini kosong itu. Justin tersenyum nakal. “Terima kasih, Bu…” katanya
Aku mengangguk. Perlahan Justin menyimpan kembali batangnya ke dalam celana, tasnya diambil lalu pintu dibuka. “Urm… Lusa kita bisa lagi?” tanyanya. Wajahku berubah merah.
“Nanti lihat bagaimana…” jawabku. Justin tersenyum nakal sebelum keluar dan menutup kembali pintu mobil sebelum berjalan masuk ke halaman rumahnya yang bersebelahan itu. Basah sedikit oleh hujan yang deras itu sebelum dia masuk ke dalam rumah dari pintu samping.
Aku masih bisa merasakan sisa kekentalan di dalam mulutku itu. Kemudian perlahan aku menarik kembali inner dan celana dalamku, memakainya kembali. Sebelum aku menarik nafas dalam dan mulai mengundurkan mobil, menuju ke rumahku.
**************
Nafas ditarik dalam. Aku menggigit bibir bawah. Wajahku merah. Aku menarik keluar jariku dari dalam celana. Basah. Masih ingat mainan jari Justin ke vaginaku siang tadi. Dan aku masih ingat rasa air mani Justin di dalam mulutku. Entah mengapa, aku merasa… Puas…?
Aku perlahan menolak diriku bangun dari tempat tidur, kemudian mengambil nafas dalam. Menyadari bahwa aku sudah mulai kecanduan seperti Justin, padahal seharusnya aku yang membantunya. Aku menggigit bibir bawahku, menyadari jika ini terus berlanjut, tak lama lagi hampir semua adegan dalam film yang kutonton akan kulakukan bersama Justin.
Aku menolak untuk bangun ketika tiba-tiba iPhone 6-ku berbunyi. Ada pesan masuk. Aku segera mengambil iPhone-ku dan membukanya.
Justin?
Aku membuka pesan dan Justin mengirimkan beberapa gif yang membuat wajahku merona dan mataku terbelalak.
Gif pertama, Seorang wanita menggunakan dadanya mengepit batang seorang pria lalu dikocokan ke atas dan ke bawah.
Gif kedua, seorang wanita menghisap batang si pria dengan rakus.
Dan gif ketiga…
Seorang wanita menggesekkan vaginanya ke batang si pria tanpa memasukkannya.
Dengan itu satu lagi pesan masuk dari Justin.
Kalau Bu bersedia… Aku ingin melakukan semua ini dengan Bu… katanya menantang.
Aku meletakkan iPhone6-ku itu ke bawah. Mulai berjalan mengelilingi kamarku, merenung betapa jauhnya aku telah terjatuh. Seharusnya aku tidak melakukan ini. Aku adalah gurunya!! Bahkan lebih dari itu, seorang guru!!!
Aku menyalahkan diri sendiri dalam pikiranku, namun hasrat dan tubuhku seolah-olah berbunga, gembira. Aku mengeluh pelan, menyadari bahwa aku telah dan akan terjerat lagi dalam hasrat.
Dan tanpa sadar, aku mulai merencanakan bagaimana melakukannya bersama Justin.