Gairah Ustazah Rania - Bab 06
“Karena harganya murah… Bisa dibuang saja… Tidak perlu Ustazah mencucinya…” Saya menggigit bibir bawah. Perlahan saya membuka plastik itu, dan pada saat yang sama, Justin mulai melepaskan celananya. Napas saya menjadi semakin berat.
Sarung tangan yang sedikit tipis itu saya kenakan, membungkus tanganku. Setelah selesai kedua-duanya, saya melihat ke arah mata Justin yang sudah siap. Batangnya sudah menjulang ke atas keras. Saya menggigit bibir bawah sebelum perlahan tangan saya yang dibalut sarung tangan muslimah hitam itu menggenggam batang Justin.
“Ummph… Ustazah…” Justin mengerang lembut. Saya mengocok batangnya semakin cepat, dan saya memutar-mutar tanganku seperti hari itu. Saya bisa merasakan batangnya tebal dan hangat di dalam tanganku itu. Dan tak lama, air mazi mulai meleleh keluar.
“Ummm… Justin… Kamu… Kamu membayangkan ustazah melakukan apa saat kamu mengingat ustazah itu…?” tanyaku sambil terus mengocok.
“Ummphh… Saya… Saya membayangkan ustazah masturbasi… Di hadapan saya… Ahh…” mengerangnya penuh nafsu. Saya menggigit bibir bawah. Terus mengocok.
“Tapi… ustazah tidak pernah mastur… urm… onani…” kataku. Entah mengapa kata onani itu masih terlalu kotor untukku, meskipun saya sendiri yang sedang melakukannya kepada muridku.
Batangnya berdenyut semakin kuat di dalam tanganku. Lutut kami semakin dekat bertemu. Justin bersandar tubuhnya ke kursi dan saya menunduk sedikit.
“Ummphh… Ustazah coba saja… Ahh…” usul Justin. Saya tidak menjawab, hanya mempercepat sedikit kocokan batangnya itu.
Saya mengingat apa yang terjadi minggu lalu.
“Justin… Mau… Mau ejakulasi beritahu ustazah ya…?” Justin mengangguk cepat. Saya terus mengocok batang Justin yang keras dan berdenyut itu. Terlihat air madzinya mulai meleleh dari lubang di kepalanya. Saya sengaja menggunakan ibu jariku, bermain dengan air madzinya sedikit sambil saya terus mengocok dari dasar ke kepala.
“Ahhh… Ustazah… Ummphh… Enaknya tangan ustazah… Ummphhh…” Justin mengerang kenikmatan. Saya menggigit bibir bawah, merasa sedikit malu meski juga bangga.
“Ummphh… Kalau ustazah tidak pakai… sarung tangan… umphh… pasti lebih enak…” Justin memancing. Saya tersenyum sedikit.
“Tidak bisa, Justin… Ummphh…” Kataku. Justin hanya tersenyum sedikit kecewa. Karena dia tahu saya mau mengocok batangnya inipun sudah terlalu baik.
“Ummmph… Ustazah… Ahhh… Saya rasa saya akan ejakulasi… Ummphh…” Justin mengerang kenikmatan. Kali ini saya sudah siap. Saya mengambil tanganku yang satu lagi lalu saya memayung kepala batang itu dengan tapak tanganku. Saya mempercepat kocokan sambil saya menggigit bibir bawah. Menunggu.
“Ahhh… Ustazahh… Ustazah!!!” Justin mengerang kenikmatan dan saya bisa merasakan batangnya berdenyut kuat di dalam tanganku, sebelum kepala batangnya mulai memancarkan air mani ke tapak tanganku yang berbalut sarung tangan itu.
“Ahh… Justin… Banyaknya…” kataku. Saya terus mengocok, mengeluarkan setiap tetes air maninya dan saya biarkan air maninya meleleh ke tanganku. Setelah air maninya berhenti menembak, dan hanya meleleh, saya menarik tanganku yang memayungi tadi sambil terus mengocok. Saya melihat tapak tanganku yang kini dipenuhi air mani kental melekat Justin itu.
“Ummphh… Ustazah… Ahhh…” Justin mengerang kenikmatan sambil saya terus mengocok batangnya itu. Setelah yakin air mani kentalnya berhenti, saya mulai mengelap air maninya yang meleleh itu dengan jariku yang bersih, membersihkan batangnya itu.
Justin menggigit bibir bawah, melihat ustazahnya mengelap-elap air maninya yang meleleh itu. Saya menggigit bibir bawah perlahan sambil saya menarik tubuhku ke belakang. Tanganku yang kini penuh dengan air mani Justin itu saya lihat, entah mengapa jariku bermain-main sedikit, senang melihat air mani yang kental itu.
Justin mulai menarik celananya kembali, juga menarik diriku dari air mani tadi.
“Terima kasih, ustazah…” katanya sebelum berdiri.
Saya mengangguk perlahan. Berpikir bagaimana saya akan membuang sarung tangan ini. Saat Justin berjalan keluar, dia menoleh memandangku sebentar.
“Bisa saya dapatkan nomor ustazah?”
**********************
Pukul 23.00. Aku sedang bersiap untuk tidur. Aku mengenakan kaos lengan panjang yang tipis, tanpa bra, dan celana panjang katun bersama celana dalam yang juga tipis. Baru saja mematikan lampu ketika iPhone6-ku bergetar, tanda ada pesan masuk.
Aku berbaring sambil mengambil iPhone6-ku. Aku membuka kunci dan merasa sedikit aneh karena nomor yang mengirimkan WhatsApp padaku tidak kukenali. Kemudian aku membuka isi pesan WhatsApp tersebut.
Sebuah tautan
Untuk ustazah,
Kau tahu siapa aku. Aku Justin. Aku perlahan membuka tautan tersebut, dan tautan itu mengarahkan aku ke situs web dewasa yang kulihat beberapa hari lalu. Hanya saja, video kali ini berbeda. Hanya ada seorang wanita. Awalnya, video itu menunjukkan wanita tersebut menunjuk-nunjukkan tubuhnya ke kamera dengan wajah nakal, sebelum dia duduk dan tangannya perlahan meraba vaginanya.
Mataku membulat melihatnya. Jadi… Begini caranya perempuan melakukan masturbasi? Pikirku.
Tubuh wanita itu bergoyang-goyang menarik perhatian. Untungnya aku memakai earphone sebelum memutar video tadi, terdengar erangan penuh nafsu saat jemarinya bermain-main dengan bibir vaginanya, dan dari posisi jarinya, juga melibatkan klitorisnya.
Nafasku semakin berat, dan tanpa sadar, tanganku perlahan menanggalkan celana panjangku dan mulai bergerak ke celah vaginaku yang berdenyut.
Mataku terus melihat wanita itu. Matanya penuh dengan nafsu memandang ke kamera, sambil tangan satunya lagi meraba payudaranya sendiri. Aku menggigit bibir bawah. Tanganku perlahan mengusap vaginaku di luar celana dalamku.
“Ahh…” Aku mengerang lembut. Terasa enak. Tanganku mulai mengusap vaginaku ke bawah dan ke atas, seperti yang dilakukan oleh aktris dewasa itu. Nafasku semakin berat. Tanpa sadar, aku mulai menekan vaginaku ke tanganku itu, ingin rasanya lagi.
Aku kemudian meletakkan iPhone6ku di tepi, sebelum tanganku masuk ke dalam celana dalamku. Aku perlahan mengocok bibir vaginaku yang sudah basah itu. Ke atas dan ke bawah, sambil tangan satu lagiku meraba payudaraku perlahan. Tubuhku bergoyang-goyang kenikmatan sambil telingaku masih mendengar erangan wanita itu.
“Ummmphh… Ummphhh…” Aku mengerang lagi, mencoba untuk tidak terlalu keras karena teman sekamar ku ada. Takut jika mereka mendengar perbuatan dewasaku itu. Kemudian, jariku mulai bermain dengan klitorisku, menggesekkannya cepat, membuat nafasku semakin kencang dan berat.
“Ahh~ Ahh~~ Ahh~” Aku mengerang perlahan. Tangan satu lagiku perlahan masuk ke dalam bajuku, lalu aku raba payudaraku yang geli. Tubuhku bergoyang-goyang di atas kasurku, penuh kenikmatan.
Aku tidak tahu berapa lama aku mengocok vaginaku yang basah itu, dan aku tidak menyadari kapan video berdurasi 6 menit 23 detik itu selesai. Namun, aku masih terus mengocok semakin cepat, nafasku semakin kuat, dan tubuhku semakin bergetar.
Apakah aku akan orgasme?
Dan tubuhku menjawab pertanyaanku itu.
Aku menggenggam payudaraku kencang sambil tanganku mempercepat gerakan. Dan tiba-tiba, tubuhku terasa kejang sedikit dengan vaginaku yang terasa seperti meledak dalam kenikmatan, aku bisa merasakan vaginaku memuncratkan cairan kenikmatan ke dalam diriku, dan vaginaku berdenyut kuat, merasakan cairan itu mulai mengalir keluar dengan cepat.
“Ahhh!! Ummph!!” Saya merintih keenakan. Tubuhku bergoyang tinggi dalam kenikmatan sambil aku menutup vaginaku dengan tanganku itu, membiarkan diriku terus mencapai orgasme.
Nafasku yang berombak kencang tadi mulai tenang bersama dengan kejang vaginaku yang semakin reda. Aku menggigit bibir bawah sebelum aku menarik tanganku dari dalam celanaku. Aku melihat cairan orgasmeku di jariku. Jernih dan lengket, meskipun tidak sebanyak mani Justin. Aku menggigit bibir bawah.
Tiba-tiba, iPhone6ku bergetar lagi. Dari Justin.
Ustazah sudah nonton…?
Menggunakan tangan satu lagiku, aku mengetik:
Sudah.
Jawabanku singkat. Karena aju sadar seharusnya tidak menjalin hubungan di luar kelas, terlebih lagi jika itu bukan untuk kepentingan pendidikan atau membantu Justin.
Ustazah sudah mencoba…?
Aku menggigit bibir bawah, tidak yakin apa yang harus aku jawab. Tapi jariku perlahan menyalin jawaban sebelumnya, lalu aku kirim kepada Justin.
Sudah.
Aku mengabaikan emoji senyuman yang Justin kirimkan sebelum membiarkan diriku tertidur dalam kepuasan. Kini aku paham, mengapa Justin begitu ketagihan masturbasi…