Gairah Sang Ustadzah - Bab 07
“Iya, Im. Apa yang kamu lakukan barusan jauh berbeda dengan Om Hardi. Dia sangat egois, hanya meminta jatah sama ibu. Tak sampai lima menit dia sudah keluar. Ibu belum apa-apa dan dia bilang capek besok kerja.”
“Dan itu kenapa Ustadzah menyimpan vibrator di toko?” tanya Hakim.
“Iya, Im. Jangan sebut vibra itu lagi, Im. Sekarang Ustadzah ingin…” Ustadzah menghentikan ucapannya, menatap kontol Hakim yang masih menegang, sedikit menggigit bibirnya. Suasana hening. Hakim menatap matanya.
“Ustadzah ingin ini?” tanya Hakim sambil menunjukan kontolnya di hadapannya.
Dia mengangguk dan menunduk malu. Hakim membantu Ustadzah berdiri, lalu mencium bibirnya. Dia membalas. Hakim meremas payudaranya sekali. Dia menggenggam kontol Hakim. Kemudian, tak sabar, Ustadzah jongkok di hadapannya lalu melumat kontol Hakim dengan lahap. Rasa nikmat tiada tara. Sesekali Hakim mendesah menahan rasa nikmat atas hisapan Ustadzah. Sesekali Hakim membenamkan kepala Ustadzah sehingga kontolnya terasa menyentuh dinding tenggorokannya. Ustadzah terbelalak, tersedak akan aksinya. Puas bermain dengan kontol Hakim, Ustadzah menghentikan aksinya.
“Im, lakukan sekarang,” ucap Ustadzah.
“Lakukan apa, Ustadzah?” tanya Hakim.
“Puasin ibu, Im.”
“Tidak, Ustadzah Rini. Ini tidak baik.”
Hakim pura-pura menolaknya sambil perlahan jalan mundur keluar kamar. Namun, Ustadzah menahannya.
“Hakim, Ustadzah mohon. Puaskan Ustadzahmu ini. Puaskan. Please, Im. Jangan siksa ibu. Berikan apa yang ibu tidak dapatkan dari suami ibu.”
Hakim memeluk Ustadzah dengan penuh kesenangan. Tubuh bugilnya kini berada dalam pelukannya. Lama Hakim dalam keadaan memeluk Ustadzah, merasakan kenyal dan padat payudara miliknya yang kini bersentuhan dengan tubuhnya. Ustadzah tak ada malu lagi, tak ada pikirannya untuk menghentikan kelakuan Hakim, tak ada kuasanya menahan seluruh godaan Hakim. Hakim membanting badannya ke kasur. Kini, Ustadzah terbaring di atas kasur. Rudal Hakim siap menancapkan pelurunya ke tempat seharusnya.
Hakim mencium Ustadzah dengan liar. Tangan Ustadzah melingkari punggung Hakim. Hakim mengarahkan kontolnya tepat di lubang memek Ustadzah. Perlahan Hakim menggesekkan kontolnya, terus-menerus hanya mempermainkan nafsunya. Ustadzah mendesah kecil.
“Ohhh, Im. Stop. Masukkan kontolmu, Im. Aah sss. Jangan permainkan ibu, Im. Please, masukkan kontolmu.”
Hakim berbisik di telinganya, “Ustadzah, sebentar lagi mimpi-mimpi pemujamu menjadi nyata.”
“Buat mimpimu kenyataan, Im. Jangan digesek-gesek aja. Masukkan kontolmu ke dalam memek Ustadzah, Im.”
“Ustadzah Rini, Ustadzah benar-benar binal.”
Ustadzah Rini menatap Hakim dengan gairah yang memuncak. “Cepat, Im. Masukkan kontolmu ke memek Ustadzah binalmu, Im. Masukkan kontolmu, Hakim sayang.”
Dia tampak sudah tidak tahan lagi. Ustadzah menggoyangkan pinggulnya, mencari-cari agar kejantanan Hakim segera masuk menyapa liang surgawinya. Dengan sekali hentakan, Hakim memaksa kontolnya masuk ke dalam memek Ustadzah Rini. Ustadzah menjerit kencang.
“Oooouughh, beeesaaaarrrr, Immm,” teriaknya.
Hakim merasakan hentakan yang menembus dinding dalam vaginanya. Perlahan ia mulai menggerakkan maju mundur kontolnya. Kicauan Ustadzah Rini semakin menjadi. Mungkin inilah pertama kalinya dia merasakan kontol besar dan panjang seperti milik Hakim. Perlahan, Hakim menikmati setiap gerakan kontolnya yang menembus keluar masuk liang vaginanya. Semakin lama semakin cepat, bahkan Ustadzah Rini ikut menyeimbangkan gerakan kontol Hakim di memeknya.
“Ohh yaaahh… Im… Aahh… Nikmat…”
“Kontolmu, Im, nikmat sekaliii… Aa arghh… Tuhann… Arrghh terus, Im…”
Hakim mempercepat gerakan kontolnya, sambil menghisap dan meremas tetek Ustadzah Rini. Gerakan Ustadzah semakin tak karuan. Kurasa dia akan segera mencapai orgasmenya.
“Ohh, Im… Memek Ustadzah, Im… Au ugghh sstt… Terus… Ssssss… Yahh… Yahh… Ohhh…”
“Kenapa memek Ustadzah?” tanya Hakim.
“Nikmat, Im… Nikmat sekali… Arghh iya terussss… Hakimmm ohhh…”
“Nikmat mana sama kontol Bang Ardi?” tanya Hakim lagi.
“Kontolmu, Im. Koo… Ntoolmuu jauh… Lebbiiiih… Niikmaaaaaaaaaaaattt… Aaaaa aaaa aaaa aaaaahhh hhh…”
Ustadzah memeluk Hakim dengan erat. Kedutan-kedutan di memeknya terasa. Kontol Hakim hangat di dalam vagina Ustadzah Rini. Dia mendapatkan orgasmenya yang kedua. Tak ingin berlama-lama, segera Hakim menunggingkan Ustadzah dan memasukkan kontolnya dari belakang. Di posisi ini, Ustadzah semakin tak karuan. Pinggulnya bergerak seakan mengikuti hentakan kontol Hakim.
“Iyahh ahh… Sssttt ahh… Yahh… Yahh… Au ughh… Nikmat kontol kamu, Im.”
“Ahh… Sstt… Memek Ustadzah masih sempit… Berdenyut, Ustadzah… Ahh… Ustadzah… Enak sekali memek mulus Ustadzah… Memek Ustadzah binal.”
“Ohh, Im. Entot terus, Ustadzah, Im… Sodok lebih kencang… Ahh… Nikmati, Im… Ahhh… Ini sungguh nikmat, Hakim…”
Hakim mempercepat gerakannya. Pikirannya sedikit melayang tentang Ustadzah yang meracau binal dengan kata-kata nakalnya yang keluar dari mulutnya.
“Ohh. Lebih cepat… Im… Aahhh… Yah yah yah… Teruusss… Aaaahhhh… Baiimm mmmm…”
Hakim menghentikan aksinya sejenak. Kontolnya tetap berada di dalam memek Ustadzah.
“Ustadzah, kenapa sebinal ini, ha? Dengan tampang polosmu dan di hadapan orang banyak yang menganggapmu wanita alim dan sholehah. Kalau seperti ini, kamu gak pantas dipanggil Ustadzah.”
“Im, terus. Jangan berhenti…” Ustadzah berkata sambil matanya berkaca-kaca memohon pada Hakim.
“Jawab dulu, Ustadzahku.”
“Iya, Hakim. Ustadzah gak pantas disebut wanita alim. Sekarang Ustadzah mohon, entot Ustadzah, Im. Jangan berhenti. Aku mohon, cepat, Im.”
Ustadzah berontak, berusaha menggoyangkan pinggulnya. Dalam posisi menungging, Hakim mendekap tubuhnya dan membawanya keluar kamar.
“Im, kemana? Aah… Nanti anak-anak lihat, Im,” tanya Ustadzah.
“Gak apa-apa, Ustadzah. Anak-anak masih kecil. Mereka belum mengerti,” jawab Hakim.
Hakim berjalan menuju ruang keluarga dan duduk di sofa dengan posisi kontolnya masih tertancap di memek Ustadzah Rini. Posisi WOT dengan Ustadzah membelakanginya. Hakim meremas pinggulnya, sesekali menamparnya keras. Ustadzah kembali menggerakkan pinggulnya naik turun. Desahan demi desahan meliputi nikmatnya sodokan Hakim terhadapnya. Puas dengan pinggulnya, kini aksi Hakim membuat Ustadzah melayang jauh. Kakiku menyentuh lantai sebagai tumpuan. Tangan Ustadzah bersandar ke belakang. Satu tangan Hakim menyentuh klitoris Ustadzah dan dengan gerakan cepat ia menggerakkan kontolnya keras menghujam memek Ustadzah.
Plak… Plak… Pakk… Ck… Ck… Cek… Cekk….
“Ohh may… Oh may… Ini. Ahh Hakim,” desah Ustadzah Rini.
“Iyaah, Im… Ahh… Iya itu itu… Ahhhh.”
“Ssstt, Hakim… Ahh kontolmu kontolmu…”
“Sshh… Aaaaaaaahhhh… Hakimm…”
Tubuh Ustadzah Rini menggenang ke atas, membuat kontol Hakim keluar dengan cairan orgasmenya yang menyembur ke lantai tempat mereka bergumul. Orgasme ketiga dirasakan oleh Ustadzah. Tubuhnya ambruk dengan deru nafas yang tersengal-sengal. Keringat mengucur di sekujur tubuhnya. Hakim tersenyum, betapa lemahnya suami Ustadzah. Hingga bersamanya, tiga kali istrinya yang cantik bak bidadari surga ini orgasme.
It’s now time. Hakim merasa dia tidak akan lama lagi bisa bertahan. Melihat jam menunjukkan pukul 5.30 pagi, itu artinya satu jam setengah mereka bercinta. Hakim mendekati tubuh Ustadzah yang masih tengkurap lemah di bawah lantai dengan air-air orgasmenya. Dia mengangkat tubuhnya dan membawa Ustadzah kembali ke sofa.
Kembali ia posisikan Ustadzah di atasnya. Karena tenaga Ustadzah sudah melemah, tangan Ustadzah bersandar pada tembok di belakang sofa. Kedua tangan Hakim menggenggam bokong seksinya. Payudaranya yang bebas segera dihisapnya. Hakim memasukkan kontolnya dan menghujam memek Ustadzah Rini dengan cepat.
“Ustadzah… Kamu seperti lonte yang kurang puas satu kontol. Aahh…” desah Hakim.
“Tidak… Iim. Jangan bicara… Aa arghh… Ibu baru sama kamu, Iim.. Aaaahhh.. Yessss..” balas Ustadzah.
“Hmm.. Katakan.. Katakan Ustadzah kalau Ustadzah menyukai kontol Hakim.. Aarrghh,” ujar Hakim sambil terus menghujamkan kontolnya.
“Ia IMM.. Sshh.. Ustadzah.. Suka, Iim.. Ahh..”
“Lebih jelas Ustadzah,” perintah Hakim.
“Ustadzah sukaaaarhh..kon..tol Hakim. Besar dan panjang.. Ahhsss.. .. Nikmat, Iim.. Aku milikmu, Iim.. Puaskan Ustadzah, Iim.. Argghh sebentar lagi Hhhhh.. Aaahhh.. Entot Ustadzah seperti binatang, Iim.. Arghh nikmat Hakim.. Yahh.. Yahh.. Keluarkan spermmu, Iim.. Ahh…. Keluarkan semuanya dalam memekku.. Biar.. A ahhhh aku nikmmaaatttttttt..”
Mendengar kicauan Ustadzah yang tak terbendung, Hakim semakin cepat menggerakkan kontolnya maju mundur menghujam dinding-dinding vagina Ustadzah Rini.
“Aah.. Ustadzah.. Hakim mau keluar..”
“Ibu juga, Iim.. Sama, Iim.. Arghh.. Di dalam…”
“Tapi.. Tapi..”
“Cepat, Iim.. Ibu aman… Aahh yahh.. Yah yah yahhhh.”
Hakim mempercepat gerakannya karena merasa nikmat tiada tara. Dia memeluk erat Ustadzah dengan sekali hentakan kontolnya.
“Aku keluar, Iim.. Aaaaa hhh hhh hhh hhh hhh,” teriak Ustadzah.
“Hakim juga, Bu.. Arghh.. Ahh.. Nikmat memek Ustadzah alim seperti kamu, Rini ..aaaachh.. Crreeett.. Cret.. Creett..”
Terasa hangat kontol Hakim di dalam liang vagina Ustadzah. Dia menyemburkan sekitar lima atau enam kali semburan spermanya dalam memeknya. Ustadzah pun menggenjang kenikmatan tiada tara, merasakan hangatnya air mani Hakim masuk ke dalam rahimnya. Dia lemas tak berdaya, ambruk dalam pelukan Hakim. Kontol Hakim masih tertancap dalam memeknya. Mereka kelelahan setelah pertempuran yang sangat panas. Sekitar sepuluh menit setelah bercinta, Ustadzah dan Hakim mulai bisa menguasai keadaan. Nafas mereka berangsur normal.
“Iim.. Baru kali ini selama hidup Ustadzah, merasakan nikmatnya bercinta, Iim,” ucap Ustadzah.
Hakim hanya tersenyum.
“Iim.. Cukup saat ini saja, Iim. Jangan katakan sama orang lain. Dan hari ini adalah pertama dan terakhir kalinya. Kita tidak boleh melakukannya lagi.”
Hakim hanya tersenyum. Dia memeluk Ustadzah dan mereka tertidur di sofa. Pukul delapan, Hakim terbangun dengan tubuhnya diselimuti. Dia melihat Ustadzah tidak ada di sampingnya. Dia mencari Ustadzah tetapi tidak menemukannya. Kamar Ustadzah terkunci. “Apa jangan-jangan dia tidak mau ketemu aku lagi ya…” pikir Hakim. Dia tancap gas motornya dan berangkat ke toko. Di toko, Hakim berpikir, “Betapa munafiknya kamu, Ustadzah Rini, dengan semua desahan dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu, dengan orgasme yang hebat yang belum sekalipun kamu dapat dari suamimu. Kamu masih bisa mengatakan ini adalah pertama dan terakhir?? Kita lihat saja sampai mana mulut Ustadzah bisa menolak itu semua.”
Hakim menghentikan lamunannya dan kembali bekerja. Dengan ucapan Ustadzah itu, Hakim terus memikirkannya. Dan dia tidak lagi mengganggu Ustadzah Rini beberapa hari ke depan.