Gairah Kakak Cantik - Bab 01
Di sebuah kota kecil yang terkenal akan sopan santunnya, hiduplah seorang pemuda bernama Satya, yang berusia 19 tahun dan penuh semangat. Sebagai seorang mahasiswa di kota Z, Satya berusaha mengejar impiannya dengan tekun. Dia adalah anak kedua dari dua bersaudara; kakaknya, Ana, telah lebih dulu meniti karir yang gemilang dan menjadi kebanggaan keluarga. Keluarganya menjalani kehidupan sederhana; ibunya bekerja sebagai pegawai negeri sipil yang berdedikasi, sementara ayahnya juga bekerja di dunia perkantoran. Dengan tinggi badan sekitar 169 cm, Satya mungkin tampak seperti remaja biasa, tetapi kehidupannya dipenuhi dengan cerita, tantangan, dan pengalaman yang membentuknya menjadi pribadi yang istimewa.
Salah satu pengalaman yang paling membekas dalam benaknya terjadi ketika usianya masih 10 tahun, saat ia duduk di kelas 4 SD. Kisah ini dimulai dengan teman sebaya Satya, seorang gadis manis bernama Yani. Mereka sering bermain bersama, menghabiskan waktu di rumah Yani yang kebetulan bersebelahan dengan rumah Satya. Yani memiliki dua kakak; kakaknya yang pertama, Rio, sudah bekerja di Jakarta, sedangkan kakaknya yang lain, Salsa, sedang kuliah di semester 4 jurusan akuntansi di sebuah perguruan tinggi di kota kelahiran mereka. Salsa adalah gadis yang cantik dengan tinggi sekitar 160 cm dan memiliki pesona yang menawan, membuat banyak orang terpesona.
Suatu hari yang sangat panas, Satya dan Yani sedang bermain di rumah Yani. Orang tua Yani sedang pergi ke Bandung untuk membeli kain, sehingga Yani hanya ditemani oleh kakaknya, Salsa.
“Ayo main dokter-dokteran! Aku bosan dengan mainan ini,” ajak Yani dengan penuh semangat.
Satya segera menyiapkan alat-alat mainan mereka. Dia berperan sebagai dokter, sementara Yani menjadi pasiennya. Seperti biasa, Yani membuka bajunya saat diperiksa oleh Satya. Mereka menganggap permainan ini biasa saja, tanpa ada naluri seperti orang dewasa.
Ketika Satya sedang memeriksa Yani dengan stetoskop, tiba-tiba pintu terbuka. Salsa baru pulang dari kampusnya dan melihat adiknya yang telanjang dada.
“Hai, Kak! Baru pulang dari kampus?” sapa Yani sambil berlari ke arah kakaknya dengan senyum lebar.
“Ngapain kamu buka baju segala?” tanya Salsa dengan heran, sambil tersenyum melihat kelakuan adiknya.
“Kita lagi main dokter-dokteran, Kak. Aku pasiennya, sedangkan Satya jadi dokternya. Tapi sepi nih, Kak. Mau ikut main nggak?” ajak Yani dengan antusias.
Salsa tersenyum lebih lebar, “Oh, mainan toh. Ya sudah, aku nyusul. Aku mau ganti pakaian dulu, gerah banget nih.”
Mereka bertiga masuk ke kamar lagi. Sementara Satya dan Yani asyik bermain, Salsa merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Satya tak bisa mengalihkan pandangannya dari kecantikan Salsa saat ia berbaring dengan santai, rambut panjangnya tergerai di atas bantal. Beberapa menit kemudian, Salsa memperhatikan mereka bermain dan tampak terbengong memikirkan sesuatu.
“Ayo, Kak! Cepetan, malah bengong,” ajak Yani sambil tertawa kecil.
Salsa berdiri dan membuka lemari. Karena merasa kepanasan, biasanya ia menyuruh adik-adiknya keluar saat ia ganti baju.
“Ayo, tutup mata kalian. Aku mau ganti nih, soalnya panas banget,” perintah Salsa dengan nada manja.
Dia mulai melepaskan pakaiannya satu per satu. Salsa memakai celana dalam warna putih berenda dengan model g-string yang elegan. Saat itu, Satya melihat paha putih bersih Salsa tanpa cacat, membuatnya terpana. Setelah melepas kemejanya, terlihatlah bra yang dipakainya. Salsa membelakangi mereka dan melepas bra-nya, lalu mengenakan baby doll dengan potongan leher rendah sekali tanpa bra. Bahannya yang super tipis membuat putingnya yang berwarna cokelat muda terlihat jelas. Kulitnya sangat putih dan mulus, lebih putih dari Yani.
Yani melihat Satya yang terperangah, “Satya kok bengong? Belum pernah lihat kakakku buka baju ya? Lagian kakak buka baju nggak nyuruh kita pergi.”
Salsa tersenyum, “Idih, kalian masih kecil belum tahu apa-apa. Lagian juga aku nggak ngelihatin kalian langsung. Mau lihat ya, Satya?” candanya sambil mengedipkan mata.
Satya menundukkan mukanya karena malu. “Tapi kan, Kak, susunya udah gede segitu. Apa nggak malu ama Satya?” tanyanya gugup.
Yani menjawab ketus, “Kamu aja telanjang kayak gitu apa nggak malu? Sudahlah, ayo main lagi.”
Salsa tergelak, “Biarin, kalian masih kecil juga belum ngerti apa-apa.”
Permainan berlanjut, kali ini giliran Salsa yang diperiksa. Saat Satya memasukkan stetoskop ke dalam baju Salsa lewat lehernya, stetoskop itu tepat menyentuh puting Salsa. Salsa memekik, membuat Satya kaget dan malu. Tetapi Salsa menyuruhnya untuk tetap lama-lama di daerah itu, membuatnya merasa sesuatu mengeras.
“Kak ngapain? Emang enak banget diperiksa kayak orang sakit beneran?” tanya Yani pada kakaknya dengan nada penasaran.
Salsa pun berhenti dan mengajak mereka mandi karena hari sudah sore. Setelah mengambil handuk dan baju ganti, mereka menuju kamar mandi yang mewah dengan fasilitas lengkap. Di sana, mereka bermain air di bathtub. Pintu kamar mandi digedor oleh Salsa yang menyuruh mereka membukanya. Satya membuka pintu, dan Salsa masuk dengan piyama mandi. Melihat Satya yang sudah telanjang, Salsa tersenyum menggoda.
“Boleh nggak mandi bersama kalian? Lagian kalian kan masih anak kecil,” kata Salsa dengan nada manis.
Yani meledek kakaknya, “Ihh, Kakak. Punya Kakak itu menonjol.”
Salsa hanya tersenyum, “Biarin.” Sambil membasahi tubuhnya dengan air dari shower, bra Salsa sedikit merosot ke bawah, memperlihatkan payudaranya yang hendak melompat keluar.
“Ayo cepat turun dulu, aku kasih busa di bathtubnya,” ajak Salsa dengan semangat.
Yani segera keluar, tetapi Satya tidak. Dia takut kalau ketahuan bagian bawahnya mengeras. Salsa mendekatinya dan menyuruhnya turun. Dengan malu, Satya turun dan Salsa melihat bagian bawahnya yang sudah mengeras.
“Itu yang dinamakan senjatanya laki-laki yang lagi mengeras,” jelas Salsa pada Yani sambil tertawa kecil.
Setelah busa melimpah di air, mereka menyebur bareng. Salsa meminta izin untuk membuka bra-nya.
“Buka aja, Kak. Lagian kalau mandi pakai pakaian kayak orang desa,” jawab Yani dengan nada menggoda.
Pelan-pelan, Salsa membuka kancing bra dan melepasnya. Dengan telapak tangan, dia menutupi payudaranya yang indah. Yani menyuruh Salsa membuka celana dalamnya juga agar tidak kotor. Salsa berdiri di atas bathtub dan melorotkan CD-nya, memperlihatkan tubuhnya yang telanjang bulat di hadapan Satya. Ketika dia berdiri membetulkan shower, Satya melihat seluruh tubuhnya yang telanjang bulat.
“Kak anu.. anu.. Susu Kakak besar, ama bawahan Kakak ada rambutnya dikit,” puji Satya dengan rasa kagum.
Salsa tersenyum dan memberitahu bahwa aslinya rambutnya lebat, hanya saja rajin dicukur. Dia berdiri agak lama, semakin dekat bagian sensitifnya dengan wajah Satya. Ada sesuatu harum yang berbeda dari daerah itu. Sambil membasahi payudaranya dengan air hangat dan menggoyang-goyangkan bokongnya, Salsa menyarankan ide gila.
“Mainan yuk. Aku jadi ibunya, kamu jadi anaknya,” ajak Salsa dengan nada menggoda.
Salsa menyuruh mereka bermain ibu-ibuan, dengan dia sebagai ibu dan mereka sebagai bayi. Dia menyodorkan payudaranya kepada mereka.
“Anakku kasihan, sini ibu beri kamu minum,” katanya dengan penuh kelembutan.
Yani langsung menghisap puting susu kakaknya, tetapi Satya tidak bergerak. Salsa menarik kepala Satya ke arah payudaranya.
“Ayo sedot yang kuat.. Ahh.. Cepet.. Gigit pelan-pelan.. Acchh,” kata Salsa dengan suara menggoda.
Yani berhenti dan berkata, “Uhh.. Ini kan namanya mainan jadi nggak beneran. Kamu udahan aja sudah jamnya kamu les.” Yani bergegas turun dan berganti pakaian, meninggalkan Satya dan Salsa berdua.
Salsa terus meminta Satya bermain dengan putingnya, sementara tangan kirinya meremas payudara Salsa. Dengan tangan kanannya, Salsa memainkan penis Satya dengan penuh kelembutan. Setelah beberapa saat, Salsa menyuruh mereka keluar dari bathtub. Mereka duduk di pinggiran kamar mandi, dan Salsa membuka selangkangannya dengan perlahan.
“Satya, ini yang dinamakan vagina. Tadi waktu Kakak berdiri aku tahu kalau kamu memperhatikan bagian Kakak yang ini. Ayo, aku ajarin gimana mainan ama vagina,” kata Salsa dengan suara lembut namun penuh rasa ingin tahu.
Salsa menyuruh Satya untuk menjilati bagian kewanitaannya setelah dia mengeringkannya dengan handuk. Satya menjulurkan lidahnya dan menjilati bagian luarnya dengan canggung. Salsa hanya tersenyum melihatnya. Dengan jari tangannya, Salsa membuka bagian kewanitaannya, memperlihatkan pemandangan yang membuat Satya takjub. Warna merah muda seperti bibir mungil yang baru pertama kali dilihatnya.
“Sekarang jilat lebih dalam,” perintah Salsa.
Satya mengikuti instruksi tersebut, menjilat lebih dalam dan merasakan cairan sedikit asin tapi enak yang keluar dari bagian itu. Salsa menyuruhnya menyodok dengan kedua jarinya, dan Satya merasakan betapa becek dan hangatnya bagian dalam itu. Setelah beberapa saat, Salsa menyuruhnya berhenti sejenak. Dia mulai menggosok-gosok sendiri dengan tangannya dengan cepat, lalu tiba-tiba menyambar kepala Satya dan menempatkan wajahnya di hadapannya.
Suaranya semakin keras ketika cairan keluar dari vaginanya. “Seerr.. Serr..” bunyi air yang keluar banyak sekali. Salsa berteriak dan mendesis dengan mata terpejam. Setelah itu, dia jongkok dan Satya kaget ketika Salsa langsung menjilati kepala penisku. Dia membuka bagian kulup hingga kelihatan kepalanya.
“Kakak enggak jijik ya? Kan buat kencing,” tanya Satya dengan nada bingung, tapi Salsa terus mengulumnya maju mundur.
Satya merasakan sakit dan geli, tapi lama-lama menjadi enak. Rasanya seperti ingin kencing tapi tidak jadi. Salsa menggunakan sabun cair agar lebih licin dan tidak sakit. Saking enaknya, Satya merasa seperti melayang dengan seluruh tubuhnya bergetar. Setelah dibilas, Salsa kembali mengkulum penis Satya, memasukkannya semua ke dalam mulutnya.
“Kak, aku mau kencing dulu,” sela Satya.
Setelah itu, Salsa berbaring di lantai dan menyuruh Satya bermain dengan kacang di dalam vaginanya. Awalnya, Satya tidak tahu apa yang dimaksud, tapi Salsa membuka sendiri dan memberi tahu caranya. Satya menyentuh bagian itu dengan kasar dan Salsa langsung menjerit, lalu mengajari bagaimana seharusnya melakukannya dengan lembut. Satya memutar-putar jarinya di sana dan tiba-tiba kacang itu menjadi sangat keras.
Selama sekitar lima menit, Satya bermain dengan jarinya, kadang dengan lidahnya, hingga keluar lagi air dari vaginanya. Salsa menyuruhnya terus menyedot cairan yang keluar, dan dia terlihat sangat lemas dan lunglai. Setelah beberapa saat, Salsa memegang penis Satya dan menuntunnya ke dalam vaginanya.
“Coba masukkan anumu ke dalam sini, pasti enak banget rasanya,” kata Salsa.
Dengan hati-hati, Satya memasukkan penisnya ke dalam. Setelah masuk, dia diam sejenak, lalu Salsa menyuruhnya menekan keras. “Bless,” semuanya masuk. Salsa memberi saran agar Satya bergerak seperti memompa, masuk-keluar.
“Acch.. terus.. yang cepat.. ah.. ah.. ah..” desis Salsa, menggoyangkan pantatnya yang besar ke sana kemari.
Setelah sekitar tiga menit, Satya merasakan penisku seperti diremas oleh kedua daging itu dan ia ingin sekali pipis. Saat itu, penisku seperti ada air yang mengalir dan “serr.. seerrs” air kencingnya membanjiri bagian dalam Salsa. Setelah kelelahan, mereka pun keluar, dan Salsa langsung pergi ke kamar dalam keadaan bugil. Kemudian, dia berbaring karena lelah, dan Satya mendekatinya. Salsa memeluknya seperti adiknya, dengan payudaranya yang menempel di muka Satya. Setelah melihat wajahnya, Satya menyadari bahwa Salsa menangis. Salsa lalu menyuruh Satya pulang, mengenakan pakaiannya, dan pergi. Salsa berpesan agar Satya merahasiakan hal ini dan tidak berbicara kepada orang lain, serta tidak bermain dengan adiknya.
Mereka terus melakukannya selama sekitar satu tahun tanpa ada yang tahu. Ketika Satya kelas 1 SMP, Salsa menikah dengan temannya karena hamil. Dua minggu lalu, mereka bertemu lagi, dan Salsa bertanya apakah Satya masih suka bermain seperti dulu.
Hubungan rahasia mereka berlanjut selama sekitar satu tahun, tanpa ada yang tahu. Setiap kali mereka bertemu, ada kedekatan yang semakin dalam terjalin di antara mereka. Salsa menjadi orang yang sangat berarti bagi Satya, memberinya pengalaman dan pelajaran yang tak mungkin ia lupakan.
Ketika Satya memasuki kelas 1 SMP, Salsa menikah dengan temannya karena hamil. Berita itu membuat Satya merasa campur aduk. Di satu sisi, dia kehilangan seseorang yang sangat dekat dengannya, namun di sisi lain, dia merasa senang untuk Salsa.
Dua minggu lalu, mereka bertemu lagi di sebuah acara keluarga. Saat melihat Salsa, kenangan lama kembali menghampiri Satya. Salsa mendekatinya dan dengan senyum penuh kenangan, dia bertanya, “Satya, masih suka main seperti dulu?”
Satya hanya bisa tersenyum, mengenang semua yang telah mereka lalui. Meski waktu telah berlalu dan banyak hal telah berubah, pengalaman pertama mereka tetap menjadi bagian tak terlupakan dari perjalanan hidup mereka.