Forbidden Vows - Bab 1
Suara ramai dari ruang tamu oma terdengar sampai ke teras belakang. Andrew membuka pintu geser dan keluar, mencari udara segar. “Gila, ini rumah apa pasar sih?” gumamnya sambil menghirup udara dalam-dalam. Di belakang, Siska menyusul sambil membawa dua gelas teh tarik.
“Eh, lo bener-bener nggak tahan ya di dalem?” tanya Siska sambil nyengir.
“Ya lo tau sendiri, gue kan nggak suka rame-rame,” jawab Andrew sambil duduk di kursi sofa rotan depan teras rumah oma.
Siska menyerahkan satu gelas teh tarik ke Andrew dan duduk di sebelahnya. “Udah lama nggak ketemu lo, Drew. Masih sama kaya dulu, ya?” tanya Siska sambil menyesap teh tariknya.
“Ya, masih sama. Cuma sekarang lebih tua dan lebih banyak beban hidup,” balas Andrew sambil melirik teh tarik yang Siska bawa.
Siska menyesap teh tariknya sambil melirik ke arah Andrew. “Eh, ngomong-ngomong soal beban hidup, gimana kabar perceraian lo? Udah move on belum, sih?”
Andrew tertawa kecil. “Ya, move on sih. Cuma kadang masih aja keinget-inget. Lo gimana? Baru cerai juga kan?”
Siska mengangguk. “Iya, baru aja kelar urusan pengadilan. Rasanya bebas anjir, tapi kadang-kadang juga ngerasa sepi.”
Andrew mengangguk paham. “Sama lah gue juga, Sis. Tapi lo tau nggak yang bikin gue tetep bertahan?”
Siska menatap Andrew penasaran. “Apaan tuh?”
Andrew ngelakuin gerakan ngocok, terus Siska ngakak terbahak-bahak. “Lo gila, Drew! Pantesan lo masih jomblo melulu.”
“Ah anjir, kaya lo nggak pernah colmek aja,” balas Andrew sambil senyum nakal. Siska terdiam sejenak, terus dia ketawa.
“Kan lo yang ngajarin, bangke!” serunya sambil geleng-geleng kepala.
Andrew kebingungan, “Gila, kapan gue ngajarin anjir, udah ah jadi ngaceng gue,” katanya sambil garuk-garuk kepala, bener-bener bingung sama situasi yang mendadak berubah. Siska cuma ngakak, jelas banget dia menikmati momen ini.
Siska mendekat, bisik-bisik di telinga Andrew, “Lo lupa ya waktu gue masih 16 tahun, lo jilmek gue dodol.” Andrew kaget dan langsung nengok, mukanya merah padam.
“Udah 14 tahun yang lalu masa masih inget?” tanya Andrew, masih dengan wajah merah padam.
“Inget lah, itu bucat pertama gue bego,” bisik Siska sambil mendekat lagi. “Lo umur berapa sih waktu itu?” tanyanya lagi, penasaran.
“18, pan gue beda 2 taon sama lo, gitu aja pake nanya,” jawab Andrew sambil tersenyum geli. “Udah ah, gue jadi ngaceng dodol, lama-lama gue ewe juga lo,” lanjutnya sambil menggelitik Siska.
“Ihhh mauuuu,” balas Siska sambil menahan tangan Andrew dari gelitikannya, cekikikan tak tertahankan.
“Ah omdo lo mah,” kata Andrew sambil berhenti menggelitik.
Siska duduk lagi di samping Andrew, kali ini lebih deket. Andrew ngerasa ada vibe hangat yang beda antara mereka pas suasana ceria itu mulai meredup.
Andrew mulai bosen dan ngeliatin jam di pergelangan tangan. “Ini sampe jam berapa sih, Sis?”
“Gak tau, lo kenapa mau balik? Mau ngocok ya?” bisik Siska sambil senyum nakal.
“Keinget jilmek lo, Sis, jadi konak gue,” kata Andrew sambil ngelus napas.
“Sama lagi, elo sih pake mancing-mancing segala,” bisik Siska sambil ikut-ikutan ngelus napas.
“Jadi gimana dong?” Andrew nanya.
Siska terdiam, tapi pas dia mau jawab, pintu teras kebuka dan ada anggota keluarga yang lain manggil mereka buat masuk.
“Andrew, Siska, ayo masuk! Oma mau potong kue!”
Andrew dan Siska saling tatap, ngerasain ketegangan yang belum kelar di antara mereka.
Andrew menghela nafas, “Yaudah lah, masuk dulu,”
Di dalam rumah, suasananya makin ramai dengan canda tawa dan obrolan keluarga. Oma mereka, nenek tua dengan rambut putih yang selalu senyum, lagi sibuk motong kue ulang tahun. Andrew dan Siska berdiri di sudut ruangan yang berbeda, berusaha membaur, tapi pikiran mereka masih melayang ke obrolan di teras tadi.
Andrew berusaha fokus ngobrol sama sepupu-sepupu yang lain, tapi dia terus melirik ke Siska.
Tiba-tiba, Oma mereka memanggil semua orang untuk berkumpul di sekitar meja kue. “Ayo, semuanya! Kita potong kue sekarang!”
Siska berjalan mendekat, berdiri di samping Andrew. Dia bisa merasakan kehangatan tubuhnya di dekatnya, dan itu membuat hatinya berdebar lebih kencang.
Oma mulai memotong kue, dan semua orang bersorak. Siska mencoba tersenyum dan ikut bersorak, tapi pikirannya terus melayang ke Andrew. Dia ingin tahu apa yang Andrew pikirkan, apakah dia merasakan hal yang sama.
Setelah kue dipotong, Siska mengambil sepotong dan berjalan ke sudut ruangan, berharap bisa mendapatkan sedikit ketenangan. Dia duduk di kursi dekat jendela, memandangi keramaian keluarga yang sedang menikmati kue dan bercanda tawa. Pikirannya masih melayang ke obrolan di teras tadi.
Andrew, yang juga merasa butuh waktu untuk merenung, memutuskan untuk pergi ke toilet. “Gue ke toilet dulu, ya,” katanya pada sepupu-sepupunya sebelum beranjak pergi.
Setelah kembali dari toilet, Andrew langsung meluncur ke ruang tamu berharap bisa nemuin Siska, “Lah, kemana lagi nih anak?” gumamnya sambil melirik sekeliling. Jangan-jangan dia udah kabur dari rumah oma tanpa bilang-bilang?