Cinta Satu Malam Pramugari Sexy - Bab 06
“Emm, sayang…, Lebih cepet lagi, sayang..” rengek Enzi meminta aku melajukan tempo permainan.
“Kalau cepet nanti keluarnya juga cepat, sayang. Sayang, rapat banget juga pagi ini” kataku. Enzi tersenyum ketika aku memuji kehebatan vaginanya yang masih mampu rapat.
“Arghhh, emm, nggak.. Masalah, sayang, Emphh, emphh, nanti, empphh, ada, waktunya, emphhh, kita, ketemu, lagi, emmphhh, Emphhhh” kata Enzi kepadaku.
Aku yang mendengar perkataan “ketemu lagi”, terus bersemangat menggerakkan penisku. Aku pikir, mungkin setelah ini aku akan dapat bertemu dengannya lagi. Lalu kuangkat kakinya ke atas bahunya dan memasukkan penisku ke vaginanya dari atas.
“Papp papp papp papp papp papp papp” bunyi penisku berlaga dengan vaginanya.
“Arghhh, sayang…, Arghhh, enak, sayang, arghhhh, emmpphhhh, aku, nggak, tahan, dah, sayang, arghhhh” rintih Enzi kuat kali ini.
Aku tidak memperdulikan rintihan Enzi itu. Aku terus saja memasukkan penisku ke vaginanya dengan kuat. Dan vaginanya masih lagi mampu rapat dengan penisku. Aku dapat rasakan setiap rapatnya yang diberikan oleh vaginanya terhadap penisku ini.
“Arghhh, sayang…, Arghhh, mau, keluar, sayanggg, arghhhh… Sedikit…, Sedikit lagi, sayang…, Sayanggg, arghhhh”
Enzi akan mencapai orgasme untuk kedua kalinya pagi ini. Rintihannya, kontraksi vaginanya, dan ekspresi wajahnya menunjukkan bahwa dia akan mencapai puncak kenikmatan. Aku terus memompa penisku dengan lebih kuat dan kasar.
“Yeahhh, arghhh, keluar sama-sama, sayang, Arghhh, Arghhh,” kataku kepada Enzi.
“Arghhh, arghh, sayang, arghh, emmphhh… aku, aku mau keluarr, arghhhhhhhhhh!!!!” Dengan itu, Enzi mengejang-ngejang, dan aku juga melepaskan luapan kenikmatan ke dalam vaginanya. Kali ini, ejakulasiku tidak sebanyak semalam.
Enzi masih memejamkan matanya, sedangkan aku mengeluarkan penisku dan berbaring di sampingnya sambil memeluknya dari depan.
Jaml 10.15 pagi, aku terbangun dari tidur lelapku. Aku tidak menyangka bahwa setelah sesi panas pagi tadi, aku bisa tertidur dengan begitu cepatnya. Aku membuka mata dan menyadari bahwa Enzi tidak ada di sebelahku. Aku mendengar suara air dan yakin bahwa Enzi telah bangun dan sedang membersihkan diri.
Mungkin tubuh Enzi terasa lengket karena setelah permainan kami pagi tadi, kami berdua langsung tertidur pulas. Aku juga merasakan tubuhku sedikit berkeringat.
Enzi keluar dari kamar mandi, dan tersenyum melihatku yang sudah terbangun. Giliranku sekarang untuk membersihkan diri. Aku mandi dan menggosok tubuhku hingga ke area kemaluanku, bergumam dalam hati, “untung ada kamu..”.
Setelah selesai, aku melihat Enzi sudah siap berpakaian.
“Kamu mau pulang?” tanyaku.
“Iya, sekarang sudah jam berapa??” Enzi bertanya dengan manja. Aku tersenyum.
“Seru nggak semalem?” tanyaku. Enzi tersenyum malu sambil mengangguk.
“Kamu jago banget foreplay. Aku aja ampe kewalahan,” kata Enzi. Tidak dapat disangkal lagi bahwa aku memang sangat menyukai sesi pemanasan.
“Kalo mau lagi, bilang ya, hihihi,” balasku dengan menggoda.
Aku membuka ikatan handukku dan mulai mengelap tubuhku yang masih sedikit basah. Enzi menghampiriku dan memegang penisku.
“Ini enak banget,” kata Enzi sambil menciumku. Aku tersenyum, berusaha menahan diri untuk tidak terbawa suasana. Jika tidak, kami mungkin akan check-out lebih lambat dari yang direncanakan.
Aku terus mengambil pakaianku dan memakainya. Ketika aku sedang mengemas tas, Enzi berkata,
“Pasha, aku keluar dulu, ya,” sambil berdiri di depan pintu. Tanpa berkata apa-apa, aku menghampirinya dan memberikan ciuman French kiss yang dalam, memasukkan lidahku ke dalam mulutnya.
Enzi membalas ciumanku dengan penuh gairah. Kami berciuman selama hampir 5 menit, tidak ingin berpisah meskipun hanya sementara.
Setelah hampir 5 menit, kami akhirnya melepaskan ciuman itu.
“Bye, sayang. Makasih buat semalem dan hari ini,” kataku penuh perasaan.
Enzi memandangku dalam-dalam, menciumku sekali lagi, dan berkata, “Bye. Makasih juga, semoga bisa ketemu lagi.”
Enzi membuka pintu dan pergi. Aku melanjutkan mengemas tas dan segera keluar dari kamar. Sebelum meninggalkan ruangan, aku menoleh ke arah ranjang dan tersenyum, bergumam,
“Kamar yang paling istimewa,” kemudian melangkah pergi dengan kenangan yang indah.