Bos Cantik Itu Ternyata Shemale - bab 03
“Mhhhh, Julian. Rupanya kau memang berguna,” suara Cempaka seperti sutra gaun yang dikenakannya, dan mendengarnya di telinganya membuat ereksi Julian semakin membesar di dalam celananya. Cempaka menggoyangkan pinggulnya dan menarik gaunnya lebih tinggi, “Kau pandai menggunakan tanganmu.”
Tangan Julian gemetar saat ia memijat naik ke lututnya, kemudian ke paha Cempaka yang bundar dan lembut. “Berhenti,” kata Cempaka, tangan kecilnya terangkat dan Julian terpaku. Ia pasti telah melewati batas dan bertanya-tanya apakah ini saat yang tepat bagi Cempaka untuk memecatnya dengan cara yang paling memalukan.
Cempaka mulai menyentuh bagian depan dressnya dan Julian memperhatikan saat ia perlahan membuka kancingnya dari bawah ke atas. Dress merah itu kini sepenuhnya terbuka dan kesempurnaan tubuh Cempaka terungkap. Bra dan celana dalam berenda hitam kecil menutupi semua yang Julian inginkan dan bayangkan dengan begitu jelas. Paha Cempaka terekspos dan ia berbisik, “Kau boleh melanjutkan.”
“Ya, bu,” terasa aneh memanggilnya dengan formal saat ia mulai membelai lekukan dalam paha Cempaka, tetapi itu satu-satunya yang bisa ia ucapkan. Ia harus mengingatkan dirinya untuk bernapas sementara matanya menikmati setiap inci tubuh Cempaka. Ujung jarinya mencapai tepi celana dalam saten Cempaka dan ia berhenti. Sebanyak ia ingin merobeknya, ia masih ketakutan dan menunggu izin.
“Oh, Julian, apa itu yang kamu inginkan?” Cempaka melengkungkan punggungnya dan Julian mendengar erangan yang akhirnya keluar dari mulutnya saat memperhatikan tubuh Cempaka bergerak.
“Ehhh hmm, iya bu,” ini sepadan dengan pemecatan.
“Sentuh aku,” bisik Cempaka, dan Julian mengusap segitiga kain kecil itu dan menunduk untuk menciumnya di sana. Julian merasakan Cempaka mengangkat pinggulnya dan ia mengikuti lekuk tubuhnya dengan tangannya saat ia memegang bagian atas celana dalam dan menggesernya ke bawah.
Tangan kecil dan putih Cempaka bergerak ke arah selangkangannya dan Julian merintih saat menyaksikan Cempaka melepaskan penisnya yang tebal dan merah muda, dan kantung zakarnya yang kecil dan kencang menyusul. Ia telanjang dan Julian menyadari bahwa penis Cempaka lebih panjang dan bahkan lebih keras daripada miliknya sendiri. Jantungnya berdebar kencang dan perutnya berputar. Ia segera duduk tegak dan menyadari bahwa tubuhnya gemetar dari ujung kepala hingga ujung kaki.
“Ahhh, saya ingat,” ia dipenuhi bulu roma karena tiba-tiba mengingat sesuatu. Ya, akhirnya ia benar-benar melihatnya, rambutnya, lengkung bibirnya, mata tajamnya, setiap garis, setiap lekuk tubuhnya, ia telah menghafalnya sejak lama, “Anda ada di Only***,” ia tak tahu bagaimana mengucapkan sisanya. Clip Only**** yang dengan malu ia tonton berulang kali untuk masturbasi, tetapi perempuan itu juga bosnya.
“Ya, Julian, benar sekali,” gumam Cempaka, jemarinya mulai mengelus batang miliknya yang tegak. Julian tak bisa menahan diri, ia benci betapa terpesonanya ia pada wanita cantik itu dengan ereksi yang membuncah. Cairan pra-ejakulasi Cempaka menetes dari celah kemaluannya, aroma parfum bunga yang khas bercampur dengan aroma seksnya, menyerbu indra Julian. “Aku yakin kamu sudah berulang kali memperhatikanku, bukan?” Cempaka tahu hanya dengan melihatnya, dan betapapun Julian ingin melarikan diri, yang bisa ia lakukan hanyalah menggelengkan kepalanya sambil mengerang.
“Jangan berbohong, aku tahu kamu menginginkan milikku,” bibir bawah Cempaka mengerucut manja sembari terus mengelus dirinya dengan satu tangan kecil dan mendorong bra berenda miliknya dengan tangan lainnya. Putingnya berwarna merah muda gelap dan keras, dan tiba-tiba Julian teringat pertama kali melihatnya di layar, menginginkan payudara sempurna itu di mulutnya.
Ia menutup mulutnya, tak tahu apakah itu untuk menahan suara alarm yang mengancam keluar atau untuk menghentikan dirinya melakukan apa yang ia tahu Cempaka inginkan. “Hisap milikku, Julian,” benarkah itu sebuah perintah, bukan permintaan? Dan mengapa ia mempertimbangkannya, bagaimanapun juga? “Ingat, kau masih dalam masa percobaan,” Cempaka terkekeh pelan, dan setetes cairan bening kental menetes dari kepala batang miliknya, meluncur ke pangkal ereksi yang membesar.
“Tidak, tolong, jangan paksa aku,” mohon Julian. Tak peduli bahwa ia membayangkan menghisap milik Cempaka kala menonton clip Only****nya, ia selalu membantah pada dirinya sendiri bahwa itu hanyalah fantasi, ia tak akan pernah melakukannya di dunia nyata. Ia lurus, Julian menghibur dirinya sendiri, ia tertarik pada lekuk tubuh feminin Cempaka, ia begitu feminin; setidaknya sampai ia melepaskan celana dalamnya.
“Kenapa kamu harus dipecat, Julian?” tanyanya dengan suara lembut, seperti nyanyian, suaranya begitu kekanak-kanakan dan berdesir, bagaimana bisa ia memiliki alat kelamin yang begitu besar? “Terutama untuk hal yang begitu sepele,” ia meraih tangan Julian dan menempelkannya pada dagingnya yang panas dan keras, “terutama untuk hal yang memang kamu inginkan?”
Julian merasa lututnya lemas ketika ia meluncur turun dari sofa dan berkata bahwa itu demi pekerjaannya. Ia tak mampu kehilangan pekerjaannya, pikirannya terus berputar saat ia mencium ujung basah milik Cempaka. Cempaka adalah bosnya dan ia sudah mengancam akan menyingkirkannya, ia tahu Cempaka akan menepati janjinya, dan ia membuka bibirnya, merasakan cairan asin Cempaka di lidahnya. Ini tak ada hubungannya dengan clipya, janjinya pada dirinya sendiri saat ia menggerakkan lidahnya di sepanjang celah kemaluan Cempaka, perlahan-lahan bolak-balik, menjilati sisa-sisa esensinya dan menelannya dengan cepat. Ia bukan gay, benaknya berteriak saat tangannya mencapai bawah pipi Cempaka yang montok dan mendorongnya ke atas, ini demi pekerjaannya, pikirnya saat mulutnya terbuka lebar untuk menghisap batang Cempaka yang tebal.
Ia membungkus bibirnya erat-erat di sekitar batang Cempaka dan memompa, mengangguk-anggukkan kepalanya ke atas dan ke bawah sembari mendengarkan desahan Cempaka yang semakin keras saat ia menghisapnya dalam-dalam. Ia wanita yang cantik, terus ia katakan pada dirinya sendiri, wanita yang cantik dengan payudara yang menggoda, dan bokongnya bergoyang seperti gadis muda saat ia berjalan, masuk akal baginya jika ia merasa bergairah di dalam celananya saat ia terus merasakannya. Begitu bibirnya mencapai pangkal batang Cempaka, ia bisa merasakan kepala batang itu di ujung tenggorokannya. Tak peduli bagaimana ia mencoba menghibur dirinya, tak ada alasan untuk betapa bergairahnya ia dengan mulutnya penuh dengan penis merah muda itu.